Banyak masyarakat di Pulau Lombok tidak mengetahui keberadaan makam Wali Soker. Makam ini berada di belakang pagar Sirkuit Mandalika di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah.
Makam Wali Soker berada dalam sebuah bangunan kecil yang dikelilingi sejumlah makam tua lainnya yang merupakan pengikut. Tokoh satu ini dikenal memiliki kesaktian dapat merubah pasir menjadi beras.
“Sejarah Wali Soker yang lebih tahu hanya beberapa orang di Desa Awang dan Desa Sengkol,” tutur juru kunci makam Amaq Awan kepada Koranlombok.id (26/11).
Dia menceritakan bahwa makam tersebut sempat ingin dipindahkan demi kepentingan pembangunan area Sirkuit Mandalika, namun oleh pengembang dalam hal ini PT. ITDC membatalkan setelah membaca isi dalam selembar kertas warna putih tentang sejarah makam wali satu ini.
“Sempat ingin dipindahkan karena mereka mengira makam ini seperti makam masyrakat umum,” ungkapnya.
Dijelaskannya, dalam lembaran yang dipegang oleh Amaq Awan dikisahkan bahwa sosok Wali Soker merupakan salah seorang yang berlayar bersama 333 orang waliyullah dari Daerah Demak, Provinsi Jawa Tengah.
Rombongan tersebut dipimpin oleh tokoh bergelar Datu Pemban Aji Saka, kedatangan mereka bertujuan untuk menyebarkan agama islam di Pujut yang saat itu dihuni oleh masyarakat yang mayoritas beragama budha dibawah kekuasaan Majapahit.
Dalam sejarahnya, ada 200 orang kembali ke tanah Jawa sedangkan 133 orang lainnya tetap berada di Lombok untuk lanjut mensyiarkan Agama Islam. Melalui seorang Demung atau kepala wilayah yang diberi gelar Kiyai Srijati karena sebagai orang Pujut pertama yang masuk islam secara sukarela, Datu Pemban Aji Saka mendirikan perkampungan yang disebut dengan Rembitan dan setelah itu menuju utara dan mendirikan masjid pertama di Gunung Pujut.
Sementara, nama Pujut dibuat karena pertama kali dapat digunakan untuk bersujud dalam Salat Jumat, dengan jumlah penyangga atap sebanyak 44 buah kayu yang merupakan simbol dari syarat banyaknya jamaah untuk bisa mendirikan masjid.
Selain itu, Datu Pemban Aji Saka atau dengan nama lain Pangeran Sangapati atau Aji Duta Semu tersebut yang disinyalir sebagai Wali Soker. Ada beberapa nasihat yang diberikan Wali Soker kepada Kiyai Sri Jati yang tertulis dalam kertas tersebut, yakni untuk senantiasa mempertahankan adat istiadat dalam memerintah wilayah Pujut.
Selain itu barangsiapa jika lalai atau melanggar ketentuan adat, maka akan mengalami kemudaratan, kualat, kesengsaraan atau kemiskinan.
Di samping itu, H. Yaqum salah satu tokoh adat dari Dusun Lambeng, Desa Sengkol menjelaskan bahwa sejarah Wali Soker kurang lebih sama dengan apa yang tertulis dilembaran yang dipegang Amaq Awan.
Dia menegaskan, bahwa yang sebenarnya yang menjadi pimpinan rombongan itu bernama Wali Samud. Menurut dia, Wali Soker adalah bisa jadi keturunan dari rombongan wali yang bermukim di Lombok untuk menyebarkan Agama Islam pada masa itu.
“Dari keturunan para waliyat tersebut menyebar, ada yang di Soker, Mando, ada juga yang bernama Mas Mirah,” ceritanya.
“Jadi Soker itu adalah sebagai gambaran saja, nama kampung itu namanya Soker tapi untuk nama aslinya (wali Soker) tidak diketahui,” sambung dia.
Dirinya mengatakan catatan sejarah dan kisah tentangWali Soker banyak yang tidak mengetahui, selain itu menurutnya cerita terkait sosok tersebut juga memiliki banyak versi dikalangan orang tua terdahulu.
Ditanya mengenai beberapa kalimat yang menyebutkan tahun alif pada beberapa peristiwa seperti pembangunan Masjid Pujut, tokoh satu ini menjawab itu merujuk kepada penamaan tahun Jawa.
Menurut dia, jejak Wali Soker dan tokoh lainnya pada saat itu dalam pembangunan Masjid Pujut terhitung sekitar pada tahun 1008 Hijriah atau jika dihitung menggunakan kalender masehi sekitar tahun 1599 silam. Hal ini merujuk kepada filosofi ditempatkannya keping uang logam pada masa itu sebanyak 1000 koin yang diikat melingkar dan ditutupi sebuah wadah yang melambangkan angka delapan dalam bahasa arab.
Yaqum mengatakan, untuk keberadaan makam tersebut diharapkan dapat dirawat dan dikelola oleh pemerintah daerah dan masyarakat sebagai wisata religi.(nis)