Sekda Klarifikasi Data Kemiskinan Ekstrem di NTB

oleh
FOTO ARIF JURNALIS KORANLOMBOK.ID Seorang perempuan sedang memilah sampah di belakang rumahnya di Kota Mataram.

LOMBOK – Sekretaris Daerah (Sekda) Nusa Tenggara Barat, H. Lalu Gita Ariadi mengklarifikasi yang menurutnya ada mispersepsi informasi data mengenai jumlah angka kemiskinan ekstrem yang dipaparkan pada rapat koordinasi, pekan kemarin.

“Untuk mempertajam sasaran dalam rangka penghapusan kemiskinan ekstrem, Pemprov NTB melalui BAPPEDA bekerjasama dengan BPS dan BKKBN NTB akan melakukan verifikasi dan validasi terhadap basis data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebanyak 1,8 juta jiwa,” tegasnya kepada media, Senin (2/1).

Sekda menerangkan, dengan adanya kegiatan verifikasi dan validasi tersebut, akan diketahui tingkat kesejahteraan masyarakat disertai dengan informasi by name by address. Sehingga, intervensi program untuk menghapus kemiskinan betul-betul tepat sasaran.

Di tempat yang sama, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Wahyudin menyampaikan bahwa data kemiskinan ekstrem yang dikeluarkan oleh BPS maupun Bappeda konsepnya sama.

Dijelaskannya, bahwa rentan kemiskinan dibagi dalam Desil 1-10. Dimana, Desil 1 atau 10% adalah masuk kelompok kemiskinan ekstrem, Desil 2 atau 20% masuk dalam kelompok miskin dan sebagian lainnya masuk dalam kelompok hampir miskin.

“Jadi, data dari Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dengan 1,8 juta jiwa lebih penduduk NTB tersebut merupakan bagian secara keseluruhan dari kemiskinan ekstrem sampai dengan kelompok miskin dan hampir miskin,” tegasnya.

 

Sedangkan berdasarkan data pada Maret tahun 2021, jumlah individu miskin ekstrem di Provinsi NTB sebesar 4,78% atau 252.048 jiwa. Sementara pada Maret 2022 sebesar 3,29%  atau 176.003 jiwa. Artinya, dari periode Maret 2021 sampai Maret 2022 terjadi penurunan angka kemiskinan ekstrem di NTB sebesar 1,49%.

 

“Terkait hal tersebut, memang tidak bisa langsung menyasar 176.003 individunya, karena begitu ada gejolak seperti kenaikan harga BBM, inflasi dan lainnya, kemungkinan yang ada diluar kategori miskin ekstrem akan jatuh juga ke potensi kemiskinan ekstrem tersebut,” kata Wahyudin.

 

Ditambahkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapppeda) NTB, H. Iswandi menjelaskan dimana kemiskinan tidak hanya bertambah atau berkurang oleh orang yang memang teridentifikasi miskin, tetapi juga orang yang berpotensi miskin.

Terkait anggaran yang mengintervensi kemiskinan, sumbernya ada dari Pusat, Daerah dan Lembaga Masyarakat. Secara konkrit, ada penerimaan bantuan PBI JK, PKH, sebagai bentuk-bentuk penanggulangan kemiskinan yang bersumber dari APBN, sedangkan dari Pemprov ada bantuan sosial, hibah, serta bantuan lembaga masyarakat dengan APBD sekitar 1,2 triliun.

 

“Tugas kita melakukan pemutakhiran agar yang menerima bantuan tersebut sesuai data sebagai basis dalam mengintervensi dan kita pastikan yang paling prioritas itu di desil 1 yang merupakan kelompok kemiskinan ekstrem,” kata Iswandi.(rif)

Tentang Penulis: Redaksi Koranlombok

Gambar Gravatar
Memberikan informasi Penting, Unik dan Menarik untuk dibaca

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.