LOMBOK – Salah satu petinggi DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lombok Tengah, H.M Supli menyebutkan. Jika diberlakukan wacana sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024, maka ini adalah suatu kemunduran. Sementara, kemajuan yang sudah dicapai dengan menggunakan sistem proporsional terbuka, seolah ingin dibalikkan kembali.
“Capaian indahnya sistem proporsinal terbuka seolah ingin dikuburkan begitu saja. Dinamika indahnya sebagai caleg dalam berikhtiar merebut kursi legislatif seolah mau distop begitu saja,” tegas Supli kepada jurnalis Koranlombok.id, Selasa (3/1) via wa.
Pria yang juga Ketua Komisi I DPRD Lombok Tengah ini menerangkan, kedekatan hubungan antara caleg di dapilnya dengan konstituen pemilih seolah mau dihilangkan.
“Dengan sistem proporsional tertutup tentu tergantung partainya, mana yang dikehendaki partai itulah yang nantinya akan menjadi wakil rakyat meski mungkin tidak dikenal di dapil,” sebutnya.
Untuk itu kata Supli, jika sistem proporsional tertutup diberlakukan maka akan terjadi kerenggangan hubungan antara rakyat pemilih dengan wakilnya. Mereka yang berminat dan berpotensi menjadi wakil rakyat tentu akan berpikir seribu kali untuk menjadi caleg di daerah tempat tinggalnya.
“Karena kami melihat belum tentu partai tempat mereka menjadi caleg akan menempatkan yang bersangkutan di nomor urut yang bagus. Tentu penggantian sistem ke proporsional tertutup ini akan membawa dampak yang signifikan bagi partisipasi rakyat dalam menggunakan hak pilihnya,” yakinnya.
Diterangkannya, jika ini terjadi maka barangtentu berdampak buruk bagi jalannya demokrasi di negeri ini. Disebutkannya lagi, tanggal 23 Desember tahun 2008 Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan menggunakan sistem proporsional terbuka dengan menyatakan bahwa calon terpilih berdasarkan suara terbanyak dan bukan atas dasar nomor urut.
“Siapapun yang meraih suara terbanyak berhak menjadi wakil rakyat. Menurut kami sistem proporsional terbuka sesuai keputusan MK ini tentu lebih representatip dan demokratis, mengoreksi negatipitas dari sistem proporsinal tertutup terutama dalam upaya memperkuat konstituensi dan legitimasi antara anggota legislatip terpilih dengan konstituen pemilihnya,” jelasnya.
Selain itu, para caleg diberikan ruang setara dan adil dalam berkompetisi merebut hati rakyat dengan sistem terbuka. Bahkan siapapun yang memperoleh suara terbanyak dan partainya memperoleh kursi. Ditambahkan Supli, dalam sistem proporsional terbuka, rakyat bisa berinteraksi dan mengenal lebih dekat calon legislatif yang mereka pilih.
“Mereka tentu bisa membangun kontrak politik dan mengawal kinerja mereka,” tegasnya.
Untuk itu, Supli melihat penggunaan sistem proporsional terbuka ini didasarkan pada putusan MK tahun 2008 dan ini menjadi lucu bahkan tidak berdasar hukum bila kemudian misalnya MK sendiri akan menganulir putusannya.
“Jika ini benar terjadi wajar bila kita harus bertanya ada apa ini?,” pungkasnya.(ken)