LOMBOK – Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi (PP Datin) Bawaslu Provinsi NTB, Suhardi menegaskan, dari beberapa hasil pengawasan banyak ditemukan pelanggaran, tapi masih dalam dimensi pencatutan nama masyarakat oleh beberapa oknum bakal calon (Balon) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI jadi syarat dukungan maju.
“Pelanggaran misalnya pencatutan nama yang masuk dalam Sistem Informasi Calon (Silon),” ungkap Suhardi kepada jurnalis Koranlombok.id di Mataram Sabtu (21/1/2023).
Disebutkannya, pencatutan nama oleh para bakal calon DPD tiba-tiba muncul di Silon. Banyak masyarakat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak bisa memberikan syarat dukungan, yang tanpa sepengetahuan tiba-tiba ada nama mereka mendukung.
“Hemat saya bakal calon harus memberikan contoh yang baik, jangan kayak ‘makelar tanah’ asal catut,” sentilnya.
Dijelaskan Suhardi, agar para calon mengedepankan upaya konstruktif, memberikan edukasi pendidikan politik yang baik kepada publik. Pelanggaran pencatutan nama yang masuk dalam sistem informasi pencalonan DPD itu terjadi di seluruh kabupaten kota di NTB.
“Terbukti dari beberapa hasil pengawasan kita,” katanya.
Sejauh ini, Bawaslu NTB sudah menindaklanjuti terkait pencatutan itu, sementara untuk angka keseluruhan pelanggaran pencatutan ini belum hafal, karena masih terjadi. Yang paling signifikan di Kabupaten Sumbawa Barat.
Ditegaskannya, sebagai lembaga pengawasan dalam pelaksanaan Pemilu tentu membutuhkan biaya, sejauh ini pihaknya sebagai lembaga pengawasan terkait anggaran cukup bahkan lebih.
“Menurut saya, tapi kuasa pengguna anggaran itukan sekretaris, saya terus terang kalau untuk NTB di 2023 ini sekitar 120 miliar untuk semua kabupaten kota dan provinsi. Tapi untuk tekhnis ini ada untuk gaji panwascam, pengawas desa bimtek-bimtek saya tidak bisa begitu menjelaskan itu,” singgungnya.(rif)