Berawal dari beredarnya video Harni Permata Sari, 23 tahun warga Desa Batujangkih, Kecamatan Praya Barat. Dalam video yang berdurasi singkat itu, terlihat Harni kesakitan setelah melahirkan tanpa pertolongan tenaga kesehatan di pinggir jalan, tepatnya di tanjakan Meang, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat. Saat itu, Harni akan hendak di bawa ke salah satu klinik di wilayah itu. Namun karena kondisi jalan dan jarak tempuh cukup jauh, Harni pun tergeletak di pinggir jalan.
“Saya pokoknya tidak tahan, saya tidak berani naik motor juga karena jalan licin di tempat kami,” ungkap Harni kepada jurnalis Koranlombok.id, Senin (20/2/2023).
Dia sempat ingat bahwa dirinya sempat dipikul menggunakan sarung oleh suami dan keluarga menuju klinik di Pengantap. Kondisi waktu itu tepatnya, Sabtu sore (18/2/2023) perut mules, serasa anak mau segera keluar. Namun ia memastikan secara usia kandungan belum saatnya.
“Menurut ibu bidang sudah 9 bulan, tapi saya taunya 7 bulan kandungan saya,” tegasnya.
Setelah sampai dibawa ke klinik kendati membutuhkan proses yang panjang, dirinya begitu jelas mengingat saat setelah dirujuk ke RSUD Praya pada Minggu pagi (20/2/2023). Di sana bayi berjenis kelamin laki-laki itu sempat dilihat dalam keadaann sehat.
“Meskipun kami beda ruangan,” tuturnya.
“Saya tidak dapat cium bayi saya itu, ada rasa bersyukur yang luar biasa saat saya lihat dia (bayi, red),” sambungnya.
Parahnya lagi, setelah menerima informasi bahwa bayi tak berdosa itu meninggal dunia pada Senin sore (21/2/2023), ia mengaku tidak mengetahui jika bayinya telah dimakamkan di kampung halaman mertua di Dusun Pengelok, Desa Batujai.
“Tidak saya tahu itu,” katanya.
Selama ini lanjut Harni, dirinya belum diberkan oleh Allah anak. Pasalnya, sudah empat kali mengalami kegagalan menjadi ibu sesungguhnya. Saat mengandung anak pertama, kedua sampai ketiga dirinya mengalami keguguran.
“Baru yang ini saya lihat wajahnya langsung, meskipun itu tidak lama,” tuturnya.
Ditambahkan suami, Riaje dalam musibah keempat kalinnya ini. Dia mengaku tidak bisa menyelamatkan bayi karena kondisi tempat tinggal sementara di Pengantap jalannya licin. Menggunakan sepeda motor saja harus yang paham medan.
“Tidak mungkin kami bawa istri pakai sepeda motor, jalan di sana licin. Kami tinggal di sana merantau, saya asli Batujai dan istri Batujangkih,” katanya.
Diceritakannya, ia sempat menggendong istri dengan sarung namun karena istri kesakitan akhirnya diturunkan di pinggir jalan raya. Kemudian dia turun tanjakan dengan cara jalan kaki untuk memminta bantuan petugas kesehatan di klinik dan mobil ambulans.
”Jarak sekitar 1 kilo meter dari tempat istri melahirkan, tapi itu tanjakan dan jalan rusak juga sedikit,” ceritanya.
Dikatakannya, pengakuan petugas kesehatan bayi laki-laki itu lahir dengan berat badan 1,8 kg. Namun dia mengakui ada persoalan di saluran pernafasan.
“Saya semalam nginap di RSUD Praya,” katanya.
Selama ini, Riaje mengaku tidak pernah mendapatkan firasat buruk. Baik dalam mimpi dan petunjuk lainnya. Demikian juga istri.
“Cuma memang kami belum diberikan keturunan, istri sudah keempat kali mengandung dan ujian kami berat,” sebutnya.
Kalaupun diberikan kesempatan punya anak, Riaje kepingin anak laki-laki. Namun paling penting sehat. Urusan jenis kelamin sebenar tak menjadi persoalan.(red)