LOMBOK – Anggota Komisi IV DPRD Lombok Tengah, Legewarman menyoroti masih tingginya angka stunting dan bayi yang lahir dengan berat badan rendah. Politisi PBB ini mengatakan, jika ini merupakan hal klasik karena dari tahun ke tahun masalah tersebut masih cukup tinggi kendati menjadi program prioritas tahun 2023.
Disampaikan Lege, program penanganan stunting yang diprioritaskan 2023 terkadang masih tidak tepat sasaran, sehingga dirinya berpendapat seharusnya Dinas Kesehatan dapat mendata by name by address anak yang mengalami stunting dan ibu hamil.
“Kita minta Dinas Kesehatan untuk melakukan pendataan setiap kali terdeteksi ada ibu hamil di Lombok Tengah walaupun disetiap puskesmas terdata tapi kadang luput dari perhatian, kita melakukan pendataan secara umum tapi tidak secara spesifik,” tegasnya kepada jurnalis Koranlombok.id Rabu malam (22/2/2023).
Lege mengakui dalam penganggaran masalah stunting dan bayi berat badan rendah harus dianggarkan secara tidak spesifik dan belum diberikan anggaran yang cukup. Sebab, melihat kebutuhan lainnya di bidang lain yang tak kalah penting. Namun harapnya melalui penganggaran minimal Dinas Kesehatan bisa mendata jumlah ibu hamil ataupun anak yang mengalami stunting sebagai dasar penganggaran tahun 2024.
“Karena kondisi APBD kita belum normal sejak pandemi hinga endemi ini, maka untuk kedepan paling tidak kami minta inovasi dari dinas terkait permasalahan ini menjadi perhatian serius sehingga tidak lagi muncul masalah ini dengan angka-angka yang besar,” sebutnya.
Dalam penempatan anggaran, Lege mengungkapkan tak hanya diberikan kepada Dinas Kesehatan tapi juga beberapa OPD lainnya. Sehingga dirinya menilai itu tidak spesifik dan tidak menyentuh secara langsung. Kendati demikian, dirinya mendukung langkah Pemkab Lombok Tengah yang telah mengambil langkah untuk membuat Perbup mengenai penanganan stunting.
“Agar program yang disusun ini dapat berjalan maksimal ya harus didukung oleh regulasi,” tegasnya.
Lege juga menanggapi terkait fasilitas Neonatal Intensive Care Unit (NICU) RSUD Praya yang seringkali menerima pasien bayi dalam kondisi BBLR, namun fasilitas yang dimiliki masih belum maksimal utamanya alat pernafasan seperti ventilator karena masih merupakan rumah sakit dengan type C.
Kepada Direktur RSUD Praya, Mamang Bagiansyah diminta Lege untuk dapat memperbaiki kondisi dan pelayanan lebih baik lagi mengingat dalam waktu dekat fasilitas kesehatan tersebut akan melalui penilaian akreditasi.
Lege berharap dari hasil akreditasi RSUD Praya dapat diklasifikasikan sebagai rumah sakit dengan type B, meskipun sulit dilakukan karena syarat yang harus dimiliki yakni harus memiliki RSUD lain yang bertype C.
“Tapi setelah akreditasi nanti ada penilaian asessor dan misalnya harus ada peningkatan fasilitas, mau tidak mau harus kita siapkan supaya tidak ada terjadi hal yang sangat kita butuhkan. Kadang-kadang menjadi keluhan masyarakat,” pungkasnya.(nis)