LOMBOK – Sidang kasus dugaan korupsi dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Praya tahun 2017-2020 dengan terdakwa mantan bendahara pengeluaran, Baiq Prapningdiah Asmarini membuka fakta. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Mataram dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), terungkap adanya kejanggalan. Secara terang-terangan JPU menyebutkan rekanan CV. Zahwa Cahaya Mandiri diduga melakukan mark up dana Rp. 528.949.392. Selain itu ada juga CV. Jaya Abadi Rp. 59.985.078,8, CV. Cantika Rp. 207.110.114,65 dan CV. Aman Rp. 31.908.952,45. Namun tiga perusahaan ini sudah melakukan pengembalian kerugian Negara, kecuali CV. Zahwa Cahaya Mandiri.
“Kalau saya melihat ini janggal. Kenapa rekanan yang jelas-jelas melakukan mark up dana kegiatan di rumah sait tidak dijadikan terdakwa oleh jaksa. Ini jelas berdasarkan hitungan Inspektorat Lombok Tengah,” ungkap Kuasa Hukum mantan bendahara BLUD RSUD Praya, Lalu Piringadi kepada jurnalis Koranlombok.id, Senin (6/3/2023).
Menurut Piringadi, berdasarkan pembacaan dakwaan setidaknya jaksa menemukan dugaan kerugian Negara sebesar Rp. 883.275.040. Sementara kliennya, diduga turut serta dan melawan hukum dalam kasus ini. Sebab, kliennya diancam dengan empat pasal dalam pembacaan dakwaan. Namun dua pasal yang digunakan yang kemudian menimbulkan kerugian Negara oleh kliennya dengan nilai Rp 10 juta.
“Janggal kan, klien saya ditemukan merugikan Negara nilainya 10 juta dan ini uang THR sejak tahun 2017-2020 diterima. Begitu juga karyawan atau pegawai lain menerima juga. Lalu bagaimana dengan yang setengah miliar oleh rekanan, kenapa tidak jadi terdakwa itu,” sentilnya tegas.
Berdasarkan isi dakwaan, terdakwa utama mantan Direktur RSUD Praya Muzakir Langkir bertindak mengorganisir rekanan mana saja ditunjuk melakukan kegiatan di RSUD Praya. Kemudian mantan PPK yang juga terdakwa, Adi Sasmita menindaklanjuti setiap perintah Muzakir Langkir.
“Jelas yang diuntungkan adalah pihak rekanan di sini, Cuma bagaimana di belakang kami tidak tahu,” katanya.
Sementara khusus kliennya atau mantan bendahara jelas tidak memiliki kebijakan. Apalagi pernah duduk bertiga atau segi tiga. Yang paling paham soal rekanan dokter Langkir dan Adi Sasmita.
“Sekarang soal rekanan yang mark up itu apakah melakukan gratifikasi atau penyuapan? Kalau penyuapan maka dia harus jadi terdakwa, ini janggal ya,” ungkapnya.
Namun dalam persoalan perusahaan atau rekanan, Piringadi mengaku tidak akan masuk ke dalam itu. Sebab, jelas tidak ada hubungan dengan kliennya. Namun ini dilihat cukup janggal.
Di samping itu, sidang dengan agenda pembacaan dakwaan berlangsung sekitar Pukul 11.00 wita sampai 12.35. Sidang lanjutan akan dilakukan Kamis, 16 Maret dengan agenda eksepsi terdakwa.(dik)