Begitu pahit hidup dirasakan Nurjaya. Remaja kelahiran 1 Juli 2005 (17) ini tinggal seorang diri di rumah peninggalan almarhumah ibunya Siti di Dusun Suai, Desa Tanak Rarang, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah. Berikut liputan jurnalis Koranlombok.id.
……………………………………………………………………..
AYAHNYA H. Budiman sudah lama berpisah dengan almarhum ibunya, sejak Nurjaya masih dalam kandungan. Sekarang sang ayah sudah tinggal bersama istri barunya di Kabupaten Lombok Utara. Nurjaya mengaku telah lama tidak bertemu dengan sosok ayah, begitu juga saat momen Lebaran Idul Fitri yang paling mengharukan. Orang justru dijadikan momen itu tempat berkumpul dengan keluarga besar, namun tidak bagi dirinya.
“Tidak pernah, dulu pernah sekali ketemu tapi sudah lupa saya bagaimana wajah amaq (ayah, red),” tuturnya kepada media, Kamis (9/3/2023).
Nurjaya mengaku mendiang ibunya meninggal sejak dia masih bayi, selama itu dirinya dibesarkan oleh nenek dan saudara ibunya di Desa Setanggor. Sementara ayahnya merantau ke Saudi Arabia sebagai TKI saat itu, dan beberapa kali menikah informasi yang dia peroleh.
Siswa yang duduk di bangku Kelas X, jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ) SMK Nurul Qolbi, Setanggor ini menceritakan, dia  tinggal sendiri sejak duduk di bangku Kelas 1 SMP atau tepatnya sekitar 4 tahun lalu. Kendati telah diasuh oleh nenek dan saudara ibunya, Nurjaya kini memilih tinggal sendiri karena lebih merasa nyaman.
“Rumah ini peninggalan dari almarhumah ibu saya,” ucapnya.
Dimana, rumah yang ditempatinya tidak dilengkapi dengan fasilitas listrik dan air, sehingga Nurjaya masih numpang di tetangga. Selain itu terlihat dibeberapa bagian telah rusak seperti atap, pintu dan jendela bahkan tiang penyangga teras pun sudah dalam kondisi miring. Di sekeliling rumah itu juga beberapa coretan gambar dan tulisan. Layaknya tak terurus.
“Kalau ujan bocor,” ungkapnya.
Nurjaya mengaku dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari terkadang dibantu oleh tetangga sekitar rumahnya. Bersyukurnya dia dapat bantuan uang tunai dari pemerintah desa. Selain itu untuk keperluan sekolah digratiskan oleh yayasan tempat menimba ilmu.
“Kadang minta, kadang juga dikasih-kasih,” ujarnya.
Remaja yang bercita-cita ingin menjadi seorang ustadz itu mengaku, selama dalam belajar tidak menemukan masalah. Setiap hari untuk ke sekolah dirinya berjalan kaki kurang lebih 2 kilometer jarak rumah ke sekolah. Tapi harapan besar Nurjaya bisa bertemu dengan ayahnya.
Salah satu tetangga Nurjaya, Tasarudin mengaku warga juga merasa prihatin dan sering memberikan bantuan terutama dalam memberikan makan dan urusan lain. Selain itu juga dia dan warga lain sering memberikan bantuan tumpangan kepada Nurjaya.
“Dia juga masak sendiri kadang kita lihat prihatin, kita kasih makan dan minum. Nggak mau dia tidur di sini tapi kadang di santren (musala, red),” cerita tetangganya.
“Kadang kalau ke rumah neneknya kita bonceng, dulu masih kecil memang seringnya jalan kaki padahal jaraknya sekilo kan kesana,” sambungnya.
Tetangganya ini berharap, Nurjaya dapat menjadi perhatian pemerintah karena hidup sendiri dan butuh jaminan masa depan melalui pendidikan.(nis)