LOMBOK – Peternak ayam lokal di NTB menjerit setelah sejumlah perusahaan besar atau raksasa diduga merusak harga di pasaran. Dampaknya, harga ayam jenis broiler di NTB turun sampai 10 ribu per kilogram. Dari persoalan ini, sejumlah peternak ayam dan LSM Garuda dan Persatuan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR) turun aksi di depan gedung DPRD NTB, Kamis (9/3/2023).
“Kami dari Garuda Indonesia bersama PINSAR (Persatuan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia) NTB menggelar aksi damai di depan Gedung DPRD NTB untuk menyuarakan apa yang dihadapi rakyat saat ini,” kata Zaini perwakilan peternak.
Massa yang diterima DPRD NTB menyampaikan keluhan mereka. Zaini membenarkan, kenaikan ini disebabkan adanya beberapa perusahaan besar peternak ayam yang ia temukan masuk ke NTB dan menjualnya jauh di bawah harga yang diharapkan peternak tradisional.
Menurutnya, ini dipicu oleh hadirnya integrator atau perusahaan besar. Sebab, kehadiran mereka selain sebagai produsen bibit dan pakan, perusahaan ini juga turut bertenak atau membudidaya sehingga tentu hasil produksinya dijual dengan yang sangat murah dibanding harga jual peternak local.
“Kondisi ini sangat merugikan peternak rakyat di NTB banyak perusahaan besar masuk menjual murah, seperti terlihat saat ini bahwa harga ayam di Lombok hanya Rp 12 ribu perkilogram. Minggu lalu hanya Rp 10 ribu. Ini tentu membuat peternak rakyat akan tertekan rugi,” ungkapnya di hadapan anggota Komisi II DPRD NTB.
Di tempat yang sama, Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyar Indonesia (PINSAR) NTB, Fathurrahman menambahkan, harga ayam broiler saat ini sangat memprihatinkan. Harga Rp 12 ribu para peternak harus mengalami kerugian yang amat besar.
“Pakan saja kita keluarkan sampai Rp 9.500, bagaimana mau untung, malah rugi banyak. Harusnya diangka Rp 21 ribu untuk dapat untung,” katanya tegas.
Sementara Oktober 2022 lalu, PINSAR NTB sempat bersurat kepada Komisi II DPRD NTB, tapi saat itu tidak ditanggapi. Dari itu, dirinya didampingi LSM Garuda Indonesia berinisiatif hearing. Fathurrahman juga menyampaikan ada masalah yang akan terjadi jika para perusahaan besar ini panen, peternak mandiri mati karena persaingan harga.
Diungkapkannya, enam bulan terakhir dia sampai jual aset untuk menutupi kebutuhan operasional dan lainnya. Ada juga anggota yang menambah kredit bank, meskipun belum bisa membuat mereka bangkit kembali.
Sub Kor Tata Niaga Ternak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB, Nurul Huda yang hadir dalam pertemuan menjelaskan bahwa beberapa kali pihaknya bersama PINSAR duduk bersama membahas persoalan ini. Sedangkan terkait adanya perusahaan besar yang diduga memonopoli harga ayam, itu bukan wewenang Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB.
“Soal izin perusahaan itu urusan Dinas Penanaman Modal. Yang jelas kami juga sudah rembuk menyusun Pergub soal peternakan. Kemudian kami harap pada pertemuan berikutnya, perwakilan kabupaten/kota juga harus hadir,” harapnya.
Wakil Ketua Komisi II DPRD NTB, Abdul Rauf yang menerima mereka menegaskan siap menampung aspirasi masyarakat, khususnya peternak ayam lokal. Bahkan dirinya berjanji bakal memanggil semua pihak terkait dalam waktu dekat.
“Kita akan panggil juga perusahaan besar tadi, instansi terkait dan perwakilan peternak. Kita akan rembukkan bersama untuk mencari jalan tengah,” tegasnya.(rif)