Abdul Hanan remaja 15 tahun kembali jadi bahan perbincangan setelah fotonya diposting di media sosial, baru-baru ini. Remaja yang lahir 5 Agustus 2007 itu belum sembuh dari penyakit yang dideritanya sejak berusia 2 tahun. Sampai dengan sekarang orangtua tidak bisa berbuat banyak karena terkendala biaya. Sedangkan orangtua hanya seorang gembala.
………………………………………………………………….
BERAWAL dari rasa gatal pada bagian kepala belakang yang dirasakan sejak balita. Dari situ kemudian muncul benjol kecil ukuran butiran beras. Orangtua Abdul Hanan remaja asal Dusun Tangar, Desa Selebung Rembiga, Kecamatan Janapria, Lombok Tengah tidak pernah menyangka akan menjadi seperti saat ini.
Pada saat Hanan masih kecil, orangtuanya dua kali mencoba mengobati melalui cara pengobatan tradisional. Namun tak ada hasil.
Seiring berjalannya waktu, Hanan oleh orangtua dimasukan sekolah di SDN Montong Bagek. Meskipun sakit yang diderita tetap dirasakan. Karena tidak kuat menahan rasa sakit, orangtua memutuskan mencari bantuan ke beberapa pihak. Beruntung tahun 2017 ada donator asal Kota Mataram membantu biaya pengobatan. Pertama Hanan dibawa ke RSUD Provinsi NTB, di sana dokter memvonis jika dia diserang kanker kulit.
Tidak lama di rumah sakit plat merah, Hanan dirujuk ke Rumah Sakit Sanglah, Bali untuk dilakukan operasi. Menurut dokter di Sanglah penyakitnya diderita siswa SD itu polisitemia atau kelainan pada darah. Selama di Bali ia dirawat selama 2,5 bulan kemudian dilanjutkan dengan rawat jalan.
“Setelah operasi di Bali, kami sempat kontrol sembilan kali di Mataram,” ungkap ayahnya, Suandi kepada jurnalis Koranlombok.id, Kamis (1/6/2023).
Selama itu kata Suandi, dirinya mengaku tidak pernah menerima obat dari rumah sakit. Namun diakuinya pascaoperasi ada perubahan dirasakan anaknya. Tapi kali ini apa yang dirasakan sejak kecil kembali dirasakan. Bahkan benjolan makin membesar, kulitnya lepas sehingga harus tidur dengan cara terlentang.
Selain di belakang kepala, kanker kulit ini semakin menjalar sampai ke bagian punggungnya. Rasa sakit semakin menjadi-jadi dirasakan dia.
Tidak sampai disitu ujian diberikan kepada Hanan, tahun 2021 orangtuanya bercerai dan sang ibu menikah lagi dengan pria asal Desa Barejulat, Jonggat. Sehingga di rumah mereka hanya tinggal bertiga dengan adiknya perempuan.
Sementara pengakuan Hanan, saat ini ia mencari pakan ternak milik orang lain jadi kesibukanya sehari-hari. Dia tidak bisa melanjutkan sekolah ke SMP dan SMA karena rasa malu dirasakan gara-gara kanker kulit yang diderita semakin membesar.
“Pernah diejek waktu masih SD, kalau sekolah mau sebenarnya kalau sembuh total. Kalau saya sekolah sekarang sudah masuk SMA,” tuturnya.
Selama ini Hanan merasa kurang mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtua. Lebih khusus ibunya. Sesekali ibu datang saat lebaran, kadang melalui sambungan telepon.
Dilanjutkan sang ayah Suandi, untuk memenuhi kehidupan sehari-hari anaknya. Dia hanya mengandalkan beras hasil dari bertani padi di sawahnya seluas 10 are. Di sana Suandi memanfaatkan juga untuk menanam sayur mayur di sekitar sawahnya.
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan adiknya Hanan, sang ayah hanya memberikan uang saku seadanya. Hebatnya anak bungsunya ikut membantu dengan menganyam ketak dengan upah Rp 35 ribu per satu ampet atau anyaman.
Kedepan ayah berharap putranya dapat sembuh dari penyakit yang diderita, sementara untuk putrinya bisa tetap melanjutkan pendidikan.(nis)