LOMBOK – Beberapa bulan terakhir warga di Desa Semoyang, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah mengalami krisis air bersih. Terparah di sepuluh dusun.
Adapun dusun mengalami krisis air bersih, Dusun Mandak Lauk, Mandak Daye, Bagik Kerongkong Lauk, Bagik Kerongkong Daye, Kebon, Batugulang Lauk, Batugulang Daye, Batugulung, Bilekante dan Bagik Pengadang.
Kepala Desa Semoyang, Zulkarnaen membenarkan kondisi ini. Dia mengungkapkan kejadian itu setiap tahun dialami warganya. “Hanya sepuluh dusun dari 22 dusun di desa kami,” ungkapnya saat dikonfirmasi jurnalis Koranlombok.id, Senin (12/6/2023).
Menindaklanjuti persoalan krisis air bersih, selama ini pemerintah desa meminta bantuan air bersih dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Pemerintah desa juga menangani dengan menggunakan dana tidak terduga milik desa.
“Kalau beli air bersih itu sebagian,” kata kades.
Sementara sebelumnya, musim kemarau mulai dirasakan dampaknya oleh warga di Kecamatan Praya Timur. Ada dua desa yang santer merasakan dampak. Warga Desa Ganti dan Semoyang. Sejak dua bulan terakhir, warga terpaksa beli air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari menggunakan galon. Per galon air dibeli dengan harga Rp 5 ribu.
“Kalau sehari butuh sampai tiga galon atau 15 ribu minimal,” ungkap warga Dusun Matek Maling, Desa Ganti, Rian Saputra kepada wartawan, Senin (12/6/2023).
Rian membeberkan, di wilayah tempat tinggalnya tidak ada masuk air PDAM. Warga pun terpaksa membeli air bersih. Kadang dia terpaksa minta air di tetangga yang memiliki sumur.
“Tapi lebih sering beli air,” tuturnya.
Ia membeberkan, biasanya warga membeli air bersih dari truk tangki yang keliling jual air bersih. Dia juga mengaku sangat menyayangkan kenapa persoalan seperti ini sampai sekarang belum ada solusi dari pemerintah.
“Setiap tahun begini kami,” katanya.
Rian menegaskan, ini baru soal kebutuhan hidup. Belum lagi air untuk lahan pertanian. Pasalnya, rata-rata sekarang warga di Timur sedang menanam tembakau. Mereka juga membeli air dari truk tangki yang mengambil air dari salah satu embung.
“Kalau per tangki ukuran 1500 liter kami beli 200 sampai 300 ribu,” ungkapnya.
Dijelaskan Rian, untuk 1 hektare lahan pertanian membutuhkan minimal dua tangki air. Sementara air irigasi dan embung beberapa bulan terakhir kering.
“Ada aliran air irigasi tapi kering. Ada sumur bor tapi tidak ngalir ke sini. Makanya harus kita beli saja air,” ceritanya.
Senada disampaikan petani tembakau dari Dusun Bilebante Desa Semoyang, Taring. Dirinya juga selama ini membeli air untuk kebutuhan hidup di rumah dan lahan pertanian.
Diceritakan Taring, untuk 1 hekare lahan pertanian tidak cukup satu truk tangki air, petani membutuhkan sampai lima tangki atau membeli air dengan modal Rp 1 juta.
“Kalau saya beli air sampai 600 ribu sudah cukup karena tidak banyak tembakau saya tanam,” katanya.(dik/nis)