LOMBOK – Kasus perceraian terbanyak menurut data dari Pengadilan Agama Praya Kelas I B di Kecamatan Batukliang Utara, baru menyusul Janapria, Jonggat dan Kecamatan Pringgarata.
Panitera Pengadilan Agama Praya Kelas I B, Salman menyebutkan penyebabnya persoalan ekonomi, KDRT dan pihak ketiga.
“Kalau di Kecamatan Praya banyak masalahnya KDRT,” ungkapnya kepada media, Selasa (25/7/2023).
Sementara itu, yang melakukan gugatan cerai kebanyakan dari istri daripada suami. “Makanya beberapa kali kami upayakan dilakukan mediasi, minimal dibatasi hingga 30 hari supaya bagaimana tidak pisah rumah tangga,” katanya.
Ia membeberkan setiap hari ada saja permohonan perceraian diterima pihaknya, namun paling banyak terjadi saat awal tahun.
Kendati demikian, angka perceraian di Lombok Tengah semakin menurun, jika disbanding tahun lalu. Berdasarkan data Pengadilan Agama Praya Kelas I B pada tahun 2022 ada 237 perkara cerai talak dan 1.037 untuk cerai gugat. Sementara tahun 2023 ada 122 perkara cerai talak dan 550 cerai gugat.
“Biasanya tahun kemarin bulan Juli atau Agustus itu sudah hampir masuk sekitar 800-an, Alhamdulilah saat ini mungkin masyarakat berhati-hati dalam perkara rumah tangga,” tuturnya.
Di samping itu, untuk permintaan dispensasi nikah di Lombok Tengah disebutnya menurun. Tahun 2022 ada 47 perkara, sementara tahun 2023, 24 perkara.
Dia memperkirakan bulan Agustus sampai Desember 2023 perkara ini akan bertambah. “Ini karena kesadaran hukum masyarakat semakin meningkat,” katanya.
Salman menerangkan, rata-rata masyarakat yang mengajukan dispensasi nikah berusia 17 sampai 18 tahun. Sementara dibawah usia 17-18 tahun pihaknya melakukan mediasi agar dipertimbangkan kembali oleh keluarga, mengingat usia calon pengantin masih terlalu belia.
Dijelaskannya, dari semua permintaan dispensasi nikah. Ditegaskan dia, tidak semua dikabulkan oleh majelis hakim dengan alasan-alasan tertentu, selain kelengkapan izin baik dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) atau lembaga lainnya.
Sementara, pertimbangan majelis hakim mengabulkan permintaan dispensasi nikah terkadang dipandang dari segi kesehatan fisik, mental, dan lainnya.
“Ada juga yang ditolak majelis hakim karena melihat dari sisi perlindungan anak, belum pantas sebagai ibu rumah tangga dan masih sekolah sehingga kita kembalikan ke orang tuanya dengan catatan, jika nanti sudah cukup umur baru diperbolehkan,” bebernya.
Selanjutnya, pihak pengadilan melalui kepala dusun di Lombok Tengah gencar melakukan sosialisasi terkait undang-undang tahun 2019 tentang perkawinan.
Ditambahkan Salman, paling banyak melakukan pengajuan dispensasi nikah di Lombok Tengah dari Desa Bunut Baok, Jago, Mantang, Kopang, Janapria, dan Semoyang.
“Nah sekarang ini termasuk di bagian selatan seperti di Desa Kawo, untuk syarat juga kita sudah perketat lagi ,” tegasnya kembali.(nis)