LOMBOK – Sejumlah NGO di Lombok Tengah melakukan aksi ke Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD). Para NGO atau LSM ini meminta agar DPMD menghapus program Kunjungan Kerja (Kunker) kepala desa.
Dalam orasi dilakukan para NGO ini, mereka dengan keras menolak kepala desa lakukan Kunker atau studi banding ke luar daerah bahkan keluar negeri. Mereka menilai kegiatan tersebut hanya bertujuan untuk berfoya-foya.
Selain itu, para NGO menganggap study banding masih bisa dilakukan di desa lainnya di Lombok Tengah yang memiliki program maju.
“Hentikan anggaran mereka study banding, kalau ada anggaran harus ada hasil apakah berkelanjutan atau tidak,” tegas koordinator aksi, Adipati, Kamis (3/8/2023).
Selanjutnya ia menilai tidak ada output kepada masyarakat demi kemajuan desa, melalui DPMD Adipati meminta anggaran untuk study banding dihilangkan.
Di tempat aksi, dia memprotes adanya study banding 17 kepala desa ke sejumlah daerah di Pulau Jawa, kemudian ke Batam hingga desas desus menuju Singapura. Sementara anggaran per satu orang diketahui sejumlah Rp 12 juta yang menurutnya lebih baik dialokasikan untuk pembangunan desa.
“Harus ditiadakan karena outputnya tidak jelas, faktanya banyak jalan-jalan,” katanya tegas.
“Kalau hari ini tidak ada kepastian. Boleh dianggarkan kalau ada hasilnya di dinas melalui APBDes, kita ada listnya tapi tidak ada kegiatan yang urgent,” sambung dia.
Sementara, Kepala DPMD Lombok Tengah, Lalu Rinjani menemui massa aksi menegaskan program tersebut memiliki banyak manfaat demi kemajuan desa di Lombok Tengah. Terutama untuk meluaskan wawasan dan jejaring kerja.
Dicontohkannya, ke Desa Umbulharjo di Yogyakarta dimana itu menjadi desa terbaik di Indonesia, para kades diminta dapat mengadopsi pembangunan karena memiliki PAD yang tinggi dari sektor pariwisata.
“Kemudian inovasi yang dilakukan di desa lain dan daerah lain utuk diikuti sehingga pelaksaanaan di desa bisa maksimal,” tegasnya.
Sementara kunjungan study banding ke Batam untuk belajar menangani penanganan tenaga kerja dan kewaspadaan Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO) karena sebagai jalur PMI illegal dari Lombok Tengah masuk.
“Outputnya bisa berupa kebijakan, peraturan, bisa kerjasama, pengelolaan dan lainnya,” kata Rinjani.(nis)