LOMBOK – Bupati Lombok Tengah H. Lalu Pathul Bahri mengakui jika ada sebagian warga menolak pembangunan Dam Mujur. “Kalau yang ngotot kita akan sikapi pelan-pelan, dan ini untuk kemaslahatan orang banyak,” tegasnya kepada awak media, Jumat (4/8/2023).
Sebagai keseriusan pemerintah akan membangun Bendungan Mujur. Pemerintah bersama pihak terkait melakukan rapat pekan kemarin. Hadir Kapolres, Dandim dan pihak lainnya.
“Karena ini perintah pemerintah pusat maka akan dilakukan pendataan bukan Larap,” sebutnya.
Dibeberkan bupati, review pendataan akan dilakukan segera oleh tim. Mereka nanti akan mendata mulai berapa rumah yang kena imbas, pohon kelapa, pohon manggis, manga dan lainnya.
Tapi Pathul memastikan disetiap ada pembangunan bendungan pasti terjadi kendala, salah satunya ada penolakan. Bukan hanya di Lombok Tengah.
“Kalau anggaran masih kita tunggu petunjuk dari pusat,” katanya.
Ditambahkan bupati, review pendataan akan dilakukan oleh tim untuk melakukan sosialisasi bersama konsultan PT dan akan berkoordinasi dengan BWS NT 1. Dalam rencana pembangunan mega proyek ini, bupati optimis bisa dilaksanakan.
“Saya lupa nama PT itu, yang jelas mereka akan sosialisasi dulu,” jelasnya.
Sementara informasi diperoleh jurnalis Koranlombok.id, seluas 217.38 hektare lahan untuk pembangunan Dam Mujur belum berhasil dibebaskan pemerintah. Sementara total luas lahan untuk pembangunannya, 394.94 hektare. Dari 217.38 hektare yang belum dibebaskan itu, berada di wilayah Desa Lelong, Kecamatan Praya Tengah.
“Ini sesuai dokumen latar belakang pelaksanaan Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP) yang kami terima,” ungkap Camat Praya Tengah, HL. Samsul Hilal, Kamis (29/12/2022).
Dijelaskan Hilal, dalam pembangunan Bendungan Mujur berdampak ke lima desa sebagai lokasi dilakukan pembebasan lahan. Diantaranya, Desa Mujur, Sukaraja Kecamatan Praya Timur. Desa Langko, Lowang Maka Kecamatan Janapria dan Desa Lelong Kecamatan Praya Tengah.
“Cuma di Desa Lelong belum tuntas dibebaskan,” jelasnya.
Hilal mengaku, saat ini pembebasan belum tuntas karena munculnya penolakan dari warga Desa Lelong sebagai wilayah paling luas kenak dampak pembangunan. Warga menolak dilakukan LARAP. Katanya, anggapan warga ketika LARAP maka dipastikan pembangunan bendungan akan segera.
“Ini mungkin yang salah dipahami, kan ini belum-belum. Diukur dulu kebutuhan lahan oleh konsultan independen,” tegasnya.
Sampai dengan detik ini, kegiatan LARAP terpaksa dihentikan karena situasi di bawah tidak memungkinkan. Warga masih keras menolak dilakukan LARAP.
“Ini sesuai laporan ibu kades,” ungkapnya.
Tokoh masyarakat di Desa Lelong Zulhadi menegaskan sampai dengan hari ini warga menolak pembangunan Dam Mujur. Jika pemerintah ingin bendungan ini terbangun, pemerintah harus memenuhi permintaan warga.
“Pertama tunjukan ke kami mana lokasi relokasi nanti untuk warga, siapa yang bertanggungjawab, jika bupati atau NTB 1 mari ketemu dengan warga dan buat perjanjian di Notaris. Berikutnya harga tanah per are saat ini di tempat kami 30 juta, kalau ini dipenuhi saya atas nama pribadi yakin pembebasan lahan bisa dilakukan,” tegasnya.
Zul menjelaskan, sebenarnya dari wacana pembangunan dam ini sudah muncul sejak dirinya masih kecil alias puluhan tahun silam. Setiap 5 tahun sekali isu pembangunan Dam Mujur selalu muncul.
“Jadi kami melihat ada kepentingan politik juga di sini. Kenapa harus desa kami saja dibuat heboh, di Desa Mujur saja belum tuntas pembebasan, coba cek,” sebutny.
Sementara untuk lokasi relokasi, warga menginginkan agar tidak jauh dari lokasi saat ini. Tujuan, agar warga bisa menikmati dari dampak keberadaan bendungan ini. “Kami tidak mau keluar dari Kecamatan Praya Tengah, kami juga tidak mau jauh direlokasi,” katanya.
“Saya yakin 2023 pembangunan Dam Mujur ini tidak akan dibahas lagi, semua sibuk pemilu,” sambung Zulhadi sembari tersenyum.(dik/nis)