LOMBOK – Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat NTB, Indra Jaya Usman alias Iju akhirnya membuka semuannya. Iju menyebutkan jika sejak awal Anies Baswedan yang ngebet agar Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi pendampingnya sebagai Cawapres Pilpres 2024.
“Anies Baswedan sebelumnya telah menyatakan secara lisan kepada Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dan juga ketua umum yang lainnya. Anise meminta AHY untuk menjadi Cawapres,” ungkapnya saat dikonfirmasi jurnalis Koranlombok.id via ponsel, Jumat (1/9/2023).
Diceritakan Iju, berdasarkan informasi dan kronologis yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat beberapa waktu lalu. Dimana koalisi telah berjalan selama 1 tahun, berikut telah didiskusikan oleh pihak Anies Baswedan dan memberikan kriteria-kriteria tentang Cawapres pendampingnya. Tepatnya bulan Juli 2023 dengan kriteria nol yaitu kriteria keberanian kemudian muncul dari beberapa komunikasi beberapa kandidat. Sementara tidak bersedia karena disebutkan beberapa kandidat tersebut tidak bersedia untuk menjadi pendampingnya.
Diungkapkannya, salah satu ada yang mengatakan ketidak bersediaannya karena alasan tidak berani. Kemudian Anies membuat kriteria nol tersebut yang menjadi keberanian itu hanya ada pada AHY. Putra mantan Presiden RI SBY ini kemudian bersedia menjadi pendamping Anies.
“Baru kemudian disampaikanlah kepada bapak SBY bahwa Anies meminta AHY menjadi Cawapresnya,” cerita Iju.
Disamping itu, pascaadanya perubahan mendadak dan sepihak oleh keputusan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan membuat pihak Demokrat geram. Dia menyebut hal ini tidak pernah ada pemberitahuan.
Ia juga membeberkan bahwa tanggal 25 Agustus 2023, Anies Baswedan pernah mengirimkan surat tertulis tangannya sendiri untuk langsung meminta kepada AHY menjadi Cawapresnya. Namun lima hari setelah itu, tanggal 29 Agustus 2023 terjadi perubahan kesepakatan Cawapres tanpa ada pembicaraan dengan pihak Demokrat.
Selanjutnya, dengan kondisi ini Demokrat tetap pada kesepakatan koalisi, sehingga konsekuensi dari keputusan sepihak KPP Anies Baswedan merupakan sebuah pelanggaran kesepakatan. Atas dasar itu, dinilai ada pengambilan sikap dari Demokrat untuk menurunkan semua baliho yang terdapat relevansi Anies Baswedan dari semua kantor Demokrat di tanah air.
Menurut Iju, adalah sebuah blessing in disguise atau berkah terselubung yaitu sebuah titik terang dari gelombang yang tidak menentu. Demokrat justru mendapatkan berkah dari sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terang, samar-samar dan tarik ulur.
Pihaknya kini akan lebih optimis tanpa Anies Baswedan, sehingga Demokrat akan tetap bisa menang di Pemilu 2024. Sementara untuk keputusan apakah Partai Demokrat akan keluar dari KPP, secara de jure mekanisme di dalam Demokrat harus diputuskan oleh Majelis Tinggi Partai berupa konferensi pers atau pengarahan, namun secara de facto atau publik, masyarakat tentu sudah bisa menilai tindakan yang akan diambil Demokrat kedepannya sudah sangat jelas.(jnm)