MASYARAKAT Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sempat diramaikan dengan pemberitaan Calon Anggota Legislatif (Caleg) impor. Caleg impor adalah, Caleg yang berdomisili berbeda dengan Daerah Pemilihan (Dapil) tempat dia mencalonkan diri sebagai calon wakil rakyat.
Jika berkaca dari data Pemilihan Legislatif (Pileg) tahun 2019, masyarakat Dapil NTB II Pulau Lombok menerima tiga dari delapan kursi DPR RI yang ada. Kursi ini berhasil diduduki oleh wakil rakyat yang tidak lahir dari Pulau Lombok.
Adapun datanya, Sari Yuliati dari Partai Golkar dengan total perolehan suara 82.803 suara pada Pileg 2019. Berikutnya, Haji Bambang Kristiono (HBK) dari Partai Gerindra. HBK pada Pileg 2019 memperoleh suara personal terbanyak, yakni 97.110. Terakhir, mantan Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini. Helmy dua peridoe terpilih menjadi anggota DPR RI dari Dapil NTB II. Pada Pileg 2019, Helmy berhasil mengumpulkan 44.210 suara.
Pengamat Politik NTB dari Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Ihsan Hamid menyatakan dalam UU Pemilu, kepala daerah ataupun PKPU tidak ada aturan pasti bahwa Dapil tertentu diisi oleh Caleg lokal. Maka atas keterbukaan UU ini siapapun boleh mencalonkan diri.
Dijelaskan dia, dalam regulasi UU Pemilu nomor 7 tahun 2017 juga tidak ada mengatur secara spesifik. Maka tidak heran dirinya ketika banyak Caleg impor bermunculan di Dapil NTB II Pulau Lombok.
Menurut doktor muda ini, ada dua alasan Caleg impor masuk kandang lawan. Pertama karena perintah partai dan kedua melihat peluang besar ada di daerah dituju.
“Sikap kita pemilih di NTB pro kontra pasti ada. Tapi yang jelas tidak memprovokasi terlalu berlebihan. Sikap tidak suka jangan dipilih saja, ini konsekwensi logis memberikan peluang kepada anak bangsa di NTB. Kalau ada penolakan di NTB jangan dipilh saja, pro kontra pasti ada alasan juga,” terangnya saat dikonfirmasi jurnalis Koranlombok.id, dua pekan kemarin.
Ihsan mencontohkan, anggota DPR RI sekaligus Caleg impor Helmy Faisal dari PKB. Dia merupakan Caleg murni impor dan tidak berbau orang NTB. Menurut dia, Helmy berani mengambil Dapil NTB II Pulau Lombok karena sebelumnya Helmy pernah menjabat sebagai Sekjen PBNU.
“Ya mungkin dilihat bagian dari Kiyai relasinya kuat dan kenyataan banyak yang pro ke Helmy. Beliau beberapa periode jadi anggota DPR RI Dapil NTB kan,” katanya.
Disebutkan Ihsan, Helmy adalah salah satu contoh Caleg luar yang mampu menang di kandang lawan beberapa kali. Artinya, Caleg dari luar juga memiliki peluang besar terpilih di Dapil lawan. Justru dengan hadirnya Caleg impor harusnya Caleg lokal tidak takut. Momen ini dijadikan sebagai ajang menunjukkan kekompakan masyarakat NTB memilih dan mendukung putra atau putri asli NTB.
“Jangan saling memprovokasi, jangan saling memfitnah saja,” serunya.
Ihsan juga mencontohkan sosok Almarhum anggota DPR RI Haji Bambang Kristiono (HBK). Politikus Partai Gerindra itu datang ke NTB membawa kekuasaan dari DPP Gerindra.
“Kalau menurut saya ada Caleg luar tapi datang modal pola intervensi kekuatan itu layak ditolak. Dia tidak indah pola mainnya,” sebut dia.
Biasanya yang membuat banyak Caleg lokal tumbang karena tidak kuat dari sisi modal. Beda halnya Caleg impor mereka berani tarung di kandang lawan karena sudah mengukur kekuatan.
“Tidak mungkin datang dari Jakarta tangan kosong, pasti logistik aman. Misalnya Pak Helmy itu duitnya berseri-seri, maka ini menjadi kekurangan Caleg lokal,” ungkapnya.
Maka dengan godaan ini membuat pemilih dengan cepat berbalik arah. Masyarakat di akhir berpikir jika pilih calon A kita akan dapat apa. Maka masyarakat memutuskan memilih yang ada imbas kepada dirinya secara langsung. Jarang ada masyarakat berpikir 5 tahun kedepan.
Disamping itu, secara Sumber Daya Manusia (SDM) Caleg luar dan lokal menurut doktor muda ini tidak perlu dibandingkan lagi. Secara SDM Caleg lokal sudah bagus dan bisa diadu.
“Pemilih kita cenderung prakmatis apa yang didapatkan dan diberikan saat pencoblosan. Makanya pemilih kita gampang dipengaruhi janji politik dan lainnya,” katanya.
Ihsan memperkirakan, untuk Caleg impor masuk kandang lawan khususnya di Dapil NTB II Pulau Lombok membutuhkan biaya politik besar. Menurut dia untuk bisa menjadi anggota DPR RI Caleg luar minimal menyiapkan modal 5 sampai 6 miliar. Itu pun dengan catatan menggunakan jasa konsultan.
Sementara, Pakar Komunikasi Politik NTB Doktor Kadri M Saleh menyampaikan hal yang sama. Dia menyebutkan Caleg impor tidak melanggar aturan, baik dalam PKPU bahkan UU tentang Pemilu. Maka dari itu jika ada penolakan terhadap Caleg impor itu tidak pas.
Kadri melihat yang membuat Caleg luar NTB tertarik dan mengambil NTB sebagai Dapil mereka dengan beberapa alasan. Pertama bisa jadi perintah partai, kedua peluang dapat dan biaya politik lebih sedikit. Namun venomena ini bukan hanya terjadi di NTB saja. Provinsi lain di Indonesia juga mengalami hal sama.
“Kenapa NTB menjadi Dapil incaran Caleg dari luar, rata-rata pemilih kita sekarang prakmatis, tidak semata-mata mempertimbangankan seseorang dari visi baik, kontribusi baik tapi sumbangan yang banyak menjadi nilai,” kata pria sekaligus dosen di UIN Mataram itu.
Doktor Kadri tidak menutupi banyak juga Caleg impor jadi di NTB. Misalnya, Almarhum HBK, Helmy Faisal, Ermalena. Namun ada juga Caleg impor gagal jadi anggota dewan meskipun mengambil Dapil kecil seperti di NTB.
“Kan banyak buktinya juga itu,” tuturnya.
Doktor Kadri melihat, biaya politik juga sebagai dasar para Caleg impor mengambil Dapil dengan jumlah pemilih kecil. Tapi jika bicara detail berapa anggaran akan dikeluarkan para Caleg impor, ia tidak berani berspekulasi menyebutkan angka.
“Intinya ada tiga hal. Pertama nasib, modal dan kontribusi dia (Caleg, red) sebelum proses Pemilu. Ini peting tiga hal ini,” sebutnya.
Disamping itu jika membandingkan SDM Caleg impor dan lokal, posisi keduannya sama. Caleg lokal juga tidak diragukan lagi secara SDM, jaringan dan lainnya bagus di kancah nasional. Dicontohkannya, ada Fahri Hamzah dari Partai Gelora, Suryadi Jaya Purnama (SJP) dari PKS, Johan Rosihan dari PKS dan H. Rachmat Hidayat dari PDIP.
“Kalau ditanya masyarakat NTB diutungkan atau dirugukikan? tidak ada dirugikan setiap orang punya hak sama kan semua anggota dewan ada anggaran pokok pikiran (Pokir),” tegasnya.
Disamping itu, aktivis NTB yang sempat menyerukan menolak hadirnya Caleg impor, Direktur Lombok Global Institut (LOGIS) NTB, Fihiruddin. Akhir-akhir ini dia berubah sikap dan melihat tidak perlu Caleg impor ditolak. Tapi yang paling penting bagaimana mengajak masyarakat menjadi pemilih cerdas dan memilih Caleg lokal.
Fihir mempertayakan sumbangsih anggota DPR RI sekaligus Caleg impor selama ini kepada daerah NTB. Menurut dia, jika ingin bicara persoalan di NTB maka tentu bertanyalah kepada Caleg yang merupakan putra asli Lombok. “Kalau memilih Caleg ya tentu yang tahu kepentingan dibawa dan disuarakan tentang Lombok, adat, etika. Kalau Caleg impor dari sekian banyak hanya 10 persen memberikan dampak, seperti Almarhum Bapak HBK (anggota DPR RI) ini sejak terpilih sampai sebelum meninggal dunia luar biasa berbuat untuk NTB. Yang lain mana,” sebut Fihir kepada jurnalis Koranlombok.id, (20/1/2024).
Ditegaskan pria sekaligus Caleg Provinsi dari Partai Demokrat ini, dengan hadirnya banyak Caleg impor di Lombok. Masyarakat kita kelihatan dibodoh-bodohi, suara mereka dibeli dengan harga Rp 20 ribu. Maka dari fakta ini, ia yakin ini lah yang menyebabkan para Caleg impor berani masuk kandang lawan.
Sementara jika bicara biaya politik di Pulau Jawa bahkan Ibu Kota Jakarta. Caleg harus menyiapkan dana segar sampai Rp 40 miliar bahkan lebih. Sementara di NTB atau Lombok Caleg luar maksimal menyiapkan modal Rp 10 miliar.
“Ini alasan buang diri ke sini. Kalau pengabdian ini persetan kenapa tidak mengabdi di daerahnya saja. Ya karena jelas hitung-hitungan juga dong,” sebutnya.
Fihir membuka penyakit musiman pada saat jelang Pemilu, biasanya oknum Caleg impor 1 tahun sebelumnya sibuk turun ke masyarakat. Tidak seperti saat duduk manis di kursi parlemen, mereka biasanya mengutus staf untuk melaksanakan beberapa kegiatan di bawah.
“Ini masih menggunakan anut sistem penjajahan. Harga murah meriah keuntungan mereka bawa ke luar,” sentilnya tegas.
“Masyarakat harus dididik, masyarakat jangan mau ‘digadai’ suaranya cuma 20 sampai 50 ribu, ini nasib mereka dijual,” sambungnya.
Dia melihat akhir-akhir ini jumlah Caleg impor masuk Lombok bahkan NTB terus meningkat. Sekarang sudah tembus 30 persen.
“Saya berharap masyarakat berpikir jernih. Kalau petahanan datang 1 tahun sekali ambil uang mereka, jangan pilih, jangan dipilih karena dihargakan satu lokal terop, dihargakan banjar, duit sumbangan 100 sac semen. Sebenarnya ini yang membuat politik uang akan berkelanjutan, maka kita harus bersatu,” ajaknya.
Fihir berpesan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) NTB untuk benar-benar melakukan pengawasan ketat. Jangan sampai kesan Bawaslu masuk angin karena laporan di bawah tidak ditindaklanjuti.
“Dengan UU baru Bawaslu sekarang memiliki taji saya liat. Jangan sampai tajam ke bawah tumpul ke atas,” sentilnya.
Disamping itu, aktivis lainnya Taufik Hidayat sekaligus Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) NTB juga pernah bicara soal menolak Caleg impor. Dia sejak awal sampai dengan saat ini tetap menolak adanya Caleg impor. Karena menurutnya, secara SDM Caleg lokal tidak kurang dari Caleg impor. Ia melihat banyak anak muda NTB di kancah nasional muncul dan mau berbicara di level nasional.
Maka dalam momentum Pemilu yang tinggal menghitung hari ini, Taufik mengajak masyarakat untuk mendukung dan memilih putra asli Lombok atau NTB.
“Dalam kerangka ini spirit putra daerah muncul pertama mereka yang punya rasa memiliki terhadap daerah ini lebih tinggi. Maka kita dorong anak muda NTB mau bersaing di level lebih tinggi lagi agar mucul Bang Zul lain, Fahri lain dan TGB lain,” kata Taufik via ponsel.
Menurutnya, untung dan rugi ketika kita memilih Caleg impor. Jika bicara rugi karena Caleg tersebut tidak bisa berkontribusi dan berinteraksi maksimal di daerah karena tidak menjiwai daerah itu. Sehingga aspirasi masyarakat sangat penting tidak langsung mengenak.
“Kalau sisi keuntungan dalam persaingan level lebih tinggi, ini memacu adrenalin Caleg lokal lebih upgrade diri SDM untuk bertarung di kancah lebih elit lagi,” tuturnya.
Menurut Taufik yang membuat Caleg impor tertarik masuk Dapil Lombok ada dua hal. Pertama karena tugas partai, kedua biaya politik lebih sedikit dibanding Pulau Jawa. Alasan Caleg impor masuk kandang lawan tak lain karena sudah melakukan hitung-hitungan yang matang. Baik secara biaya dan politik.
“Kalau hitungan saya Caleg impor membutuhkan 3 sampai 5 miliar. Belum lagi membutuhkan sosialisasi, buat APK belum biaya pasang APK. Kalau Caleg lokal lebihnya bisa minta bantuan keluarga sekalipun tetap bayar pasang APK,” katanya.
Factor yang membuat kalah Caleg lokal karena modal juga. Biasanya di tengah jalan amunisi mereka habis. Sementara Caleg impor makin di puncak makin kuat dari sisi anggaran. Tapi pada tahun politik 2024 ini, Taufik mengaku bangga karena banyak anak muda NTB maju menjadi Caleg level DPR RI.
“Intinya ada kemampuan bertarung dan punya banyak duit itu sangat penting,” katanya.
Sementara, satu Caleg dari ibu kota yang berani bicara kepada media dengan tegas menyampaikan alasan mengambil Dapil NTB II Pulau Lombok sebagai Dapil.
Pertama disampaikannya karena merupakan perintah partai. Berikutnya, mereka juga diberikan nomor istimewa sesuai pesanan.
“Kalau soal biaya politik itu sama saja mas, semua kita Caleg pasti punya modal,” kata Caleg inisial A dari ibu kota ini.
Caleg luar ini mengungkapkan dirinya menolak identitasnya disebutkan di media karena momen ini sangat tidak pas. Jika bicara biaya politik setidaknya dia telah menyiapkan di atas 5 miliar. Modal itu digunakan sejak dilakukan sosialisasi semasih berstatus Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg).
“Mohon doa saja mas, semoga saya diberikan kepercayaan oleh masyarakat di Lombok untuk menjadi wakil rakyat mereka di Senayan,” harapnya.
Ditambahkan A via ponsel, sebelum masuk ke NTB tentu dirinya telah membulatkan niat untuk mengabdi kepada masyarakat Pulau Lombok bahkan NTB. Meskipun dia bukan perempuan berdarah Sasak.
“Saya rasa masyarakat sudah pintar ya mas, kita mau kerja buka hanya janji saja,” katanya.
Menurut dia masyarakat saat ini tidak sulit jika ingin mencari tahu rekam jejak Caleg. Demikian juga Caleg luar NTB, masyarakat dengan leluasa bisa mencari rekam jejak Caleg jika ingin lebih dalam mengetahui.
Meskipun sebagai Caleg dari luar NTB, yang perlu masyarakat tahu adalah komitmennya. Dia berjanji ketika terpilih nanti akan memperjuangkan aspirasi warga di Dapilnya. Mulai persoalan air bagi petani, memperbanyak program bantuan sosial, pembangunan sumur bor, perbaikan jalan desa dan persoalan yang setiap turun dia temukan.
“Ini akan saya perjuangkan, ini komitmen saya,” tegasnya.(dik)