LOMBOK – Masih ingat Anda program pemerintah bagi-bagi bantuan sosial (Bansos) berupa bantuan pangan dan bantuan langsung tunai (BLT) jelang Pilpres 2024. Sekarang warga mulai merasakan dampaknya, harga jual beras di pasar meroket.
Sebelumnya Minggu (14/1/2024), Menteri Koordinator Ekonomi (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto turun langsung menyalurkan bantuan pangan dan BLT di halaman Kantor Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah.
Pria sekaligus Ketum Partai Golkar menepis jika bagi-bagi bansos ini bagian dari menguntungkan salah satu Paslon jelang Pemilu. Dia menyebutkan agenda ini sudah berlangsung sejak penanganan covid-19.
“Jadi ini program yang berlanjut dari pemerintah bukan program ujug-ujug begitupula BLT yang diberikan juga saat covid,” tegasnya kepada awak media.
Pria sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar ini mengatakan, program bantuan pangan 10 kilogram telah disiapkan pemerintah sampai bulan Juni 2024. Ini akan diberikan kepada 149.520 kepala keluarga (KK) di Lombok Tengah dimana angka tersebut lebih rendah daripada tahun 2023 karena pihaknya telah melakukan pembaruan data sensus nasional.
Airlangga menjelaskan, sementara menurut data Badan Urusan Logistik (Bulog) stok beras di NTB sebesar 5.560 ton dan pada kesempatan tersebut diberikan kepada 100 orang penerima bantuan pangan sebesar 1 ton. Selain itu mereka juga mendapat BLT sebesar Rp 200 ribu.
“Ini bagian dari 22 juta keluarga penerima manfaat yang disiapkan sampai bulan Juni 2024, ” bebernya.
Ditambahkan Airlangga, program ini bertujuan agar daya beli masyarakat dapat menguat dan dapat difokuskan untuk pemenuhan kebutuhan yang lain, sekaligus program ini mendorong menjaga inflasi karena harga beras melonjak akibat El-nino yang menyebabkan panen beras mundur selama 2 bulan.
“Setelah 6 bulan kita akan evaluasi, karena ini sebelumnya dievaluasi tiap 3 bulan, tapi dalam rapat kemarin dengan Pak Presiden setuju dievaluasi setiap 6 bulan, ” ceritanya.
Sementara itu, ratusan warga antre berjam-jam dan berdesak untuk membeli beras program bantuan pemerintah melalui stabilitasi pasokan dan harga pangan (SPHP) dari Badan Urusan Logistik (Bulog) di depan Pasar Renteng, Praya, Lombok Tengah Jumat, (23/2/2024).
Seorang warga asal Kelurahan Gerunung Komalasari mengatakan, dia rela mengantre berjam-jam untuk membeli beras SPHP yang lebih murah daripada beras di pasaran yang kini tembus Rp 17.500 per kilogram.
“Berebutan tadi, saya nunggu dari jam 1 siang. Ini harganya Rp 55 ribu untuk 5 kilogram,” katanya di lokasi.
Dirinya baru pertama kali membeli beras program SPHP, ia berharap program tersebut lebih sering lagi karena stok beras untuk keluarganya saat ini menipis.
“Kalau program ini setiap hari mungkin semakin sering juga saya beli apalagi harganya murah,” katanya.
Sementara itu di tempat yang sama Kepala Bidang Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Dinas Ketahanan Pangan Lombok Tengah, Sopian mengatakan program beras SPHP hari ini disalurkan kepada lima mitra Bulog di Pasar Renteng dengan jumlah masing-masing sebesar 1 ton.
“Ini dikirim seminggu dua kali, jadi 1 toko mitra itu 2 ton satu minggu. Untuk harga eceran tertinggi (HET) untuk di NTB Rp 10.900 per kilogram,” katanya.
Ia menambahkan, program SPHP ini untuk stabilitasi harga beras di pasaran yang tak hanya disalurkan pada toko-toko mitra bulog di Pasar Renteng namun juga di Pasar Jelojok, Kopang dan juga sejumlah retail modern seperti Alfamart dan Indomaret.
Sementara itu menurut pantauan pihaknya beras medium di pasaran tembus Rp 16.500 perkilogram dan semakin hari semakin melonjak, sedangkan untuk beras premium saat ini hanya dibeli bagi masyarakat yang mampu.
Meroketnya harga beras akhir-akhir ini karena disebabkan pengaruh el-nino yang membuat hasil panen padi menurun. Terkait hal ini kedepannya pihaknya kemungkinan ingin bekerjasama dengan Bulog untuk membuat gerakan pangan murah di setiap kecamatan.
“Jadi produksi pertanian kita sangat-sangat minim,” akuinya.
Ia juga membeberkan bahwa permasalah terkait beras juga karena petani menjual kepada pengepul dari luar daerah seperti Pulau Jawa, terkait ini pihaknya tidak bisa mengontrol karena merupakan wewenang Pemerintah Provinsi NTB.
“Ada kok diatur dalam keputusan Gubernur Tahun 2023, itu yang pengawasan pemprov termasuk Dinas Ketahanan Pangan Provinsi NTB,” tegasnya.(nis)