LOMBOK – Asosiasi Kecimol NTB (AK – NTB) melakukan hearing ke DPRD Lombok Tengah, Senin 13 Oktober 2025. AK datang dalam rangka menyampaikan aspirasi karena di desa dan wilayah kecimol dilarang masuk sebagai musik mengiringi rombongan nyongkolan.
Ketua Komisi II DPRD Lombok Tengah, Lalu Muhammad Akhyar menerima hearing dari AK – NTB terkait awik – awik desa di sejumlah wilayah yang melarang kesenian kecimol tampil dalam acara adat nyongkolan.
Katanya, hal ini dilatarbelakangi oleh maraknya video gojet erotis di sosial media facebook yang diduga dilakukan oleh personel kecimol.
Politisi Partai Golongan Karya (Golkar) mengatakan ekspresi seni merupakan hal yang bebas, namun jangan sampai tidak sesuai dengan etika dan moralitas masyarakat.
“Jangan sampai melanggar nilai – nilai luhur yang ada menjadi adat dan budaya serta agam kita, seperti sekarang menggunakan rok mini, celana pendek atau robek-robek dan goyangan yang parah,” katanya dalam hearing.
Kata Akhyar, ia sangat mendorong agar kecimol bisa naik kelas di tengah potensi peminat musik mereka yang banyak di sosial media terutama facebook dan youtube yang mencapai ribuan viewers.
Apalagi ini telah tertuang dalam Perda terkait Pengembangan Ekonomi Kreatif, nantinya hak kekayaan intelektual atas karya mereka akan dijamin salah satunya sesuai dengan perda tersebut.
Komisi II mendorong agar kecimol meningkatkan kualitas, hal tersebut terbukti dari salah satu penyanyi yang besar dari salah satu kesenian grup kecimol dapat manggung di luar negeri.
“Ini kan peluang, cuma sekarang bagaimana mindset yang lebih upgrade menjadi entertaint yang sejati kan,” terangnya.
Di tempat yang sama, Ketua AK – NTB Suhardi mengatakan dalam hearing bahwa viralnya joget erotis di sosial media yang mencatut nama kesenian kecimol bukan dilakukan grup yang tergabung dalam AK – NTB.
Dia yakin yang melakukan hal tidak senonoh tersebut adalah kelompok kesenian ale-ale dan kecimol di luar keanggotaan AK – NTB.
“Kami sudah membuat aturan dari awal sejak berdirinya AK – NTB, melarang tarian-tarian erotis bahkan dari pakaian pun kami melarang menggunakan rok mini dan celana pendek,” katanya tegas.
Sambung Suhardi, pihaknya berharap perdes ataupun awik – awik yang melarang kecimol tampil dapat dicabut, sementara soal larangan lain soal joget erotis ataupun meminum miras dirinya sangat mendukung untuk dilakukan karena telah tertera dalam aturan mereka.
Dia dalam kesempatan tersebut juga meminta agar kelompok ale-ale dan kecimol yang kerap menampilkan joget erotis untuk tidak diberikan ruang, kedepan jika ada masyarakat yang ingin mengundang kesenian kecimol pihaknya akan arahkan untuk juga menyertakan izin ke Pemdes. Nantinya pihaknya akan merekomendasikan daftar anggota AK – NTB yang bisa diundang oleh masyarakat.
“Jadi harapan kami silakan direvisi perdesnya jangan sampai langsung melarang, berikan peraturan yang adil contohnya jika ada masyarakat yang ingin menggunakan kecimol maka undang kami dahulu kemudian kami berikan list anggota, jika bukan maka jangan diberikan ruang supaya tidak ada pro kontra lagi,” tegasnya.
Soal agar kecimol bisa naik kelas selain tampil melalui budaya nyongkolan, ucap Suhardi merupakan masukan yang bagus namun karena peminat kecimol merupakan kalangan menengah ke bawah untuk format seperti panggung orkes ataupun konser dirasa cukup mahal.
“Kalau dirubah formatnya seperi orkes orkes di Jawa, sangat berat karena tekait dengan budget yang dikeluarkan oleh masyarakat karena sekarang kan dari Rp 3 juta sampai Rp 5 juta sudah bisa, kalau menggunakan orkes kan di atas Rp 50 juta,” tutupnya.(nis)







