Penataan Daerah Pemilihan DPRD Kabupaten: Menakar Harapan Stakeholder dan Kebijakan KPU

oleh -410 Dilihat
ilustrasi

 Penulis: Agus

Email: aguslombok@uinmataram.ac.id

Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, UIN. Mataram

 

 

PENDAHULUAN

Penetapan daerah pemilihan (Dapil) yang satu paket bersama alokasi kursi, merupakan tahapan paling politis dalam tata kelola pemilihan umum (pemilu). Penyebabnya, Dapil merupakan batas wilayah administrasi pemerintahan beserta jumlah penduduk yang mendiaminya merupakan tempat pertarungan kandidat yang sesungguhnya. Merujuk rumusan yang demikian, besaran Dapil dan alokasi kursi berpengaruh terhadap tingkat rivalitas kandidat dan efektivitas fungsi perwakilan dalam kebijakan publik.

.  Pendekatan penentuan besaran Dapil dapat dilakukan berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, jumlah penduduk, atau kombinasi antara wilayah administrasi pemerintahan dan jumlah penduduk. Dalam penentuan Dapil DPRD Kabupaten dan Kota. Undang-undang pemilu di Indonesia memilih model yang ketiga yaitu kombinasi antara wilayah administrasi dan jumlah penduduk.

Besaran Dapil diformulasikan dalam dua model yaitu distrik beranggotakan tunggal (single-member-constituency) dan distrik beranggotakan jamak (multi-member-constituency) (Horowitz, dalam Diamond & Plattner, 2006). Dalam prespektif jumlah kursi, distrik beranggotakan jamak masih diformulasikan menjadi distrik kecil yaitu distrik dengan kursi 2-5; distrik sedang yaitu distrik dengan kursi 6-10, dan distrik besar yaitu distrik dengan jumlah kursi lebih dari 10.

Berdasarkan formulasi Dapil beranggotakan jamak di atas, terlihat pilihan-pilihan model daerah pemilihan berpengaruh terhadap tingkat kompetisi partai dalam perebutan kursi di parlemen. Pengaruh tersebut nampak dari keyakinan para ilmuan kepemiluan yang menyatakan “semakin besar magnitude daerah pemilihan maka semakin rendah kompetisi partai untuk memperbutkan kursi di parlemen, sebaliknya semakin kecil magnitude daerah pemilihan maka semakin ketat kompetisi partai untuk memperbutkan kursi di parlemen”.

Undang-undang pemilu menyebutkan Dapil anggota DPRD Kabupaten adalah kecamatan atau gabungan kecamatan dengan alokasi kursi paling sedikit 3 paling banyak 12.  Artinya secara teoritik merujuk pada pandangan Horowitz (dalam Diamond & Plattner, 2006), sistem pendapilan dalam Pemilu 2024 menganut distrik beranggotakan jamak.

Penyusunan dan penetapan Dapil DPRD Kabupaten/Kota merupakan otoritas KPU RI dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR RI.[1] Meskipun demikian, KPU RI membuka ruang konsultasi publik dari tingkatan Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Nasional.

Dalam Peraturan KPU RI dijelaskan bahwa KPU Kabupaten/Kota diberi tugas untuk menetapkan rancangan penataan Dapil dan alokasi kursi, mengumumkan kepada publik, dan melaksanakan uji publik. Pengumuman dilaksanakan melalui: (1) papan pengumuman; (2) laman KPU Kabupaten/Kota; dan (3) media sosial KPU Kabupaten/kota. Sedangkan uji publik dilaksanakan dengan melibatkan: (1) pemerintah daerah; (2) partai politik; (3) Bawaslu Kabupaten/Kota; (4) pemantau Pemilu; (5) akademisi; (6) tokoh masyarakat/adat, dan/atau; (7) pemangku kepentingan lainnya.[2]

Dalam melaksanakan ketentuan pasal 185 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, KPU RI telah menetapkan tujuh prinsip dalam pembagian Dapil untuk Pemilu 2024, sebagai berikut: (1) kesetaraan nilai suara, artinya nilai suara atau kursi antar Dapil harus adil; (2) ketaatan pada sistem pemilu yg proporsional, artinya mengutamakan jumlah kursi yang besar untuk membangun kesetaraan jumlah krusi yang diperoleh antar parpol; (3) proporsionalitas, artinya kesetaraan alokasi kursi antar Dapil agar tetap terjaga perimbangan kursi antar Dapil; (4) integralitas wilayah, artinya memperhatikan keutuhan dan keterpaduan wilayah antar kecamatan yang berbatasan; (5) berada dalam cakupan wilayah yang sama, artinya penyusunan Dapil DPRD Kabupaten tercakup dalam wilayah Dapil DPRD Provinsi; (6) kohesivitas, artinya memperhatikan sejarah, kondisi sos-bud, dan adat-istiadat kelompok minoritas; dan (7) kesinambungan, artinya memperhatikan Dapil yang sudah ada pada pemilu sebelumnya, kecuali jika alokasi kursi melebihi Batasan alokasi kursi maksimal, atau apabila bertentangan dengan keenam prinsip di atas.

Baca Juga   Pengangguran Bergelar Sarjana

Tujuan utama pembagian Dapil dalam Pemilu adalah untuk mengukur derajad legitimasi anggota legislatif dan mendekatkan anggota legistaktif dengan konstituen mereka. Selain itu pembagian Dapil juga membatasi lingkup pertanggungjawaban anggota legislatif terhadap konstituennya, dan konstituen mengetahui siapa wakilnya, serta anggota legislatif mengetahui siapa yang diwakilinya. Dengan demikian, secara sosiologis pembagian Dapil bertujuan membangun efektivitas interaksi wakil dan yang diwakili.[3]

Merujuk pandangan di atas, ditinjau dari mazhab sosiologis, Dapil dengan magnitude kecil menciptakan hubungan yang erat, komunal, intim, dan emosional antara anggota legislatif dengan konstituen. Sedangkan Dapil dengan magnitude besar menciptakan hubungan berperantara, renggang, dan formal antara legislatif dan konstituen. Ditanjau dari mazhab tata kelola pemerintahan (Governance), Dapil dengan magnitude kecil membatasi ruang lingkup akuntabilitas politik anggota legislatif. Sedangkan Dapil dengan magnitude besar mengaburkan akuntabilitas politik legislatif terhadap konstituen.

Pertanyaannya adalah dalam pengelolaan pemilu 2024, bagaimana pola penataan Dapil anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah; apakah harapan stakeholder terpenuhi? Faktor apa saja yang menjadi kendala pelaksanaan kebijakan penataan Dapil di Kabupaten Lombok Tengah.

 

 

METODE PENELITIAN

Artikel ini di buat sebagai salah satu bahan pertimbangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lombok Tengah dalam pemetaan Dapil Pemilu anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah 2024. Sebagai formulasi kebijakan, penulisan dilakukan melalui penelusuran terhadap regulasi Pemilu, literatur review, daftar invetaris masalah Dapil, dan rekomendasi.

Teknik koleksi data dilakukan melalui wawancara mendalam, dokumen, dan observasi. Wawancara mendalam dilakukan melalui face-to-face, menyediakan daftar pertanyaan untuk dipelajari informan, telpon, dan chat melalui WhatsApp. Koleksi data melalui dokumen dilakukan terhadap dokumen-dokumen seputar penyelenggaraan dan pengawasan Pemilu 2019 yang tersedia di KPU dan Bawaslu Provinsi NTB hingga kabupaten dan kota.

Uji keabsahan data dilakukan melalui teknik triangulasi atau konfirmasi temuan dalam menguji keabsahan data (Creswell, 2018). Teknik triangulasi menggunakan triangulasi teori dan data, dengan tahapan sebagai berikut; (a) membandingkan data hasil wawancara dengan dokumen; (b) membandingkan pernyataan informan yang satu dengan yang lain; (c) membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, seperti pendapat penyelenggara Pemilu, pakar, pemerintah, teori, dan peneliti lain (Bungin, 2014).

Baca Juga  Ekspedisi Jamur Lombok : Menjelajah Hutan Mencari Rizeki

Analisis data dilakukan dengan pendekatan induktif-kualitatif, yaitu berusaha mengabstrakkan data temuan lapangan yang telah dikumpulkan dan dikelompokkan untuk mendapatkan simpulan. Alasan pemilihan pendekatan ini karena teori dalam penelitian kualitatif digunakan sebagai poin akhir proses penelitian (Creswell, 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. Belajar dari Pemilu 2019

Pemilu anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah 2019 dibagi menjadi enam Dapil yakni; Kecamatan Praya dan Praya Tengah; Kecamatan Kpang – Janapria; Kecamatan Praya Barat-Praya Barat Daya; Kecamatan Jonggat-Pringgarata; dan Batu Kliang-Batu Kliang Utara. Praktek,model pembagian Dapil tersebut berpengaruh terhadap rivalitas politik antar kandidat (Lihat Tebel).

Tabel 1

Tingkat Kompetisi Partai dalam Dapil Pemilu DPRD Kab.Lombok Tengah 2019

DAPIL ALOKASI KURSI JUMLAH CALON KOMPETISI POLITIK (dalam%)
Praya-Praya Tengah (I) 10 134 13,4
Kopang-Janapria (II) 9 116 12,9
Pujut-Praya Timur (III) 9 120 13,3
Praya Barat-Praya Barat Daya (IV) 7 100 14,3
Jonggat-Pringgarata (V) 8 103 12,9
Batu Kliang-Batu Kliang Utara (VI) 7 94 13,4

Sumber: Agus & Ansori (2019)

Tabel di atas menunjukkan tingkat kompetisi politik di Kabupaten Lombok Tengah berkisar antara 12,9 hingga 14,3 % sebagai implikasi magnitude daerah pemilihan model sedang yaitu jumlah kursi antara 7-10. Memang terlihat Dapil IV dan VI memiliki magnitude yang sama, namun tingkat kompetisinya berbeda. Perbedaan tingkat kompetisi di Dapil IV dan VI karena jumlah calon. Dapil IV lebih besar dibandikan Dapil VI.

Implikasi dari tingkat kompetisi dalam setiap Dapil yaitu partai politik mempertimbangkan banyak aspek dalam penentuan calon DPRD. Sistem pemilu proporsional terbuka dimana pemilih cenderung memilih nama kandidat dibandingkan memilih gambar partai menjadi pertimbangan strategis bagi partai dalam menentukan siapa yang akan ditempatkan dalam suatu daerah pemilihan agar partai meraih kemenangan.

  1. Permasalahan norma penataan Dapil 2019

Belajar dari pengalaman pemilu 2019, dapat dirumuskan permasalahan Dapl sebagai berikut:

  1. Prinsip penetapan Dapil yang digunakan adalah equal population dengan terlebih dahulu menetapkan quota population melalui rumus Bilangan Pembagi Penduduk (BPPd). Maka hasilnya adalah jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah kursi. Dampaknya, jumlah kursi masing-masing kecamatan bervariasi didasarkan pada jumlah penduduk kecamatan. Akibat penggabungan kecamatan, ada ketidaksetaraan perolehan kursi antar kecamatan, khususnya kecamatan induk dan kecamatan pemekaran, seperti kecamatan Praya dan Praya Tengah;
  2. Penggabungan kecamatan dalam Dapil dengan menggunakan prinsip equal population dan quota population melalui BPPd menyebabkan harga kursi antar Dapil tidak equal. Pola ini menjadi salah satu penghambat mewujudkan prinsip Pemilu yang adil, proporsional, dan demokratis;
  3. Penggabungan kecamatan tidak simetris dengan latar belakang sosio-kulturan wilayah yang digabungkan, seperti Pujut dan Praya Timur;
  4. Terdapat desa-desa perbatasan wilayah administrasi yang asimetris dengan latar sosio kultural, seperti Dusun Gilik dan Dusun Ngolak dan sekitarnya di wilayah administrasi Desa Lajut yang merupakan wilayah administrasi Dapil 1. Terdapat sejumlah pemilih yang berasal dari desa Kawo yang merupakan Dapil 4 berhadap dalam Pemilu bisa memilih di Dapil 4;
  5. Penggabungan kecamatan sebagai Dapil kurang efektif dalam resolusi konflik, khususnya konflik dalam pelaksanaan pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi suara, disebabkan oleh perbedaan latar belakang sosio-kultural. Gejala ini muncul di Dapil 4 (Pujut dan Praya Timur) yang selalu diwarnai konflik dalam setiap momentum Pemilu legislatif;
  6. Ketimpangan alokasi kursi antar Dapil seperti Dapil I dengan Dapil IV dan VI;
Baca Juga  Rektor UIN Mataram Apresiasi Capaian 100 Hari Kerja Presiden dan Wakil Presiden

 

  1. Harapan Stakeholder Terhadap Dapil 2024

 

 

  1. Penetapan Dapil Pemilu 2024 oleh KPU

 

REKOMENDASI

  1. Dalam penataan Dapil oleh KPU Kabupaten disarankan memperhatikan pedoman yang telah ditetapkan KPU RI. Prinsip-prinsip paling dasar yaitu basis data yang dipergunakan dalam penyusunan Dapil yaitu data penduduk potensial pemilih Pemilu (DP4).
  2. Penentuan alokasi kursi tidak hanya memperhatikan prinsip equal population dan quota population tetapi perlu memperhatikan latar belakang sosio-kultural kecamatan yang digabungkan dan/atau batas wilayah kecamatan yang berbeda latar sosio-kultural.
  3. Pemetaan Dapil sebaiknya disosialisasikan kepada pemangku kepentingan (stakeholder) Pemilu. Idealnya stakeholder yang disosialisasikan yaitu stakeholder primer (utama), stakeholder kunci, dan stakeholder Stakeholder primer meliputi partai politik dan kandidat beserta seluruh jajaran badan penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu. Stakeholder kunci yaitu jajaran Pemerintah baik eksekutif, legislative, maupun yudikatif. Stakeholder sekunder meliputi dunia usaha, NGO, media massa, dan perguruan tinggi.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

ARTIKEL/BUKU:

Agus & Zakaria.A, (2019), Rasionalitas Partai Politik dalam Penentuan Calon Anggota Legislator Lombok Tengah 2019, POLITEA, Jurnal Kajian Politik Islam, Vol 2. No.2 Juli-Desember 2019: 49-66

Larry Diamond & Marc F. Plattner. 2006. (ed). Electoral Syestem and Democracy. Baltimore: Maryland: John Hopkins University Press

Amin, M. (2013), Pemetaan Daerah Pemilihan, disampaikan pada Diklat Calon Anggota DPRD Provinsi Sumatra Utara,  DPD Partai Demokrat, 30 November 2013

Pamungkas, S. (2009), Perihal Pemilu, Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan, FISIPOL UGM & Jurusan Ilmu Pemerintahan (JIP)

Perada et.al, 2019, Tata Kelola Pemilihan Umum di Indonesia, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia

 

 

 

DOKUMEN:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

Peraturan KPU RI Nomor 6 Tahun 2022 Tentang Penataan Daerah Pemilihan Dan Alokasi Kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Dalam Pemilihan Umum.

[1] Lihat Pasal 191 hingga Pasal 195 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

[2] Peraturan KPU RI Nomor 6 Tahun 2022 Tentang Penataan Daerah Pemilihan Dan Alokasi Kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Dalam Pemilihan Umum.

[3] Baca Muryanto Amin, Pemetaan Daerah Pemilihan, disampaikan pada Diklat Calon Anggota DPRD Provinsi Sumatra Utara,  DPD Partai Demokrat, 30 November 2013

Tentang Penulis: Redaksi Koranlombok

Gambar Gravatar
Memberikan informasi Penting, Unik dan Menarik untuk dibaca

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.