LOMBOK – Ketua Komisi I DPRD Lombok Tengah H. Ahmad Supli mempertanyakan pencabutan SK 192 pejabat eselon III dan IV. Sampai sekarang nasib mereka tidak jelas.
“Yang saya pertanyaan, kenapa saat mutasi itu harus dilakukan saat finish tanggal 22 Maret,” tegas Ahmad Supli, Senin (22/4/2024).
Diketahui, mutasi tersebut dinilai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melanggar Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pilkada Gubernur yang diubah Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016.
Sebab itu, bupati mencabut SK pelantikan tersebut dan dikembalikan ke posisi semula.
“Seakan kita ini tidak punya waktu untuk lakukan pelantikan sebelum tanggal segitu, tidak mepet begitu dan akhirnya kita kena semprit pusat,” katanya tegas.
Kendati pada akhirnya bupati menerbitkan SK pembatalan, Supli menilai tidak tertib hasilnya.
Dimana ada beberapa pejabat yang masih bercokol ditempat yang baru, tidak kembali ke posisi semula.
Padahal dari pembatalan ini, maka segala perbuatan hukum yang dilakukan pejabat yang sudah dibatalkan maka menjadi batal.
“Jadi kita harap bupati dengan tegas untuk meminta mereka kembali ke semula, agar program yang ada disana bisa dieksekusi. Karena tidak bisa dieksekusi oleh pejabat yang sudah dibatalkan,” terangnya.
Untuk pelantikan yang baru, dewan meminta agar dapat dikawal prosesnya di Kemendagri. Sehingga pelantikan dapat segera dilakukan dan posisi pejabat menjadi jelas.
Sementara itu, Bupati Lombok Tengah Lalu Pathul Bahri pernah mengklarifikasi persoalan mutasi terhadap 192 pejabat 22 Maret 2024. Dengan tegas Ketua DPD Partai Gerindra NTB ini menyampaikan jika pihaknya telah mencabut SK pelantikan tanggal 2 April 2024.
“Setelah SK pelantikan kami cabut maka posisi 192 pejabat yang kami lantik harus kembali ke posisi semula,” terang Pathul kepada media di ruang kerjanya, Rabu (3/4/2024),
Dalam kesempatan itu, bupati membeberkan awal mula surat dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) masuk ke Pemkab tanggal 29 Maret 2024. Dalam surat Mendari itu, mengingatkan kepada semua kepala daerah di seluruh Indonesia bahwa mulai tanggal, 22 Maret 2024 untuk tidak melakukan pelantikan pejabat tanpa izin Mendagri.
“Ini hanya soal waktu saja, dan kami tidak mau memperdebatkan soal ini ya. Sekarang kita carikan solusinya, ya solusi yang ada kami akan melakukan pelantikan dalam waktu dekat setelah ada izin dari Mendagri keluar,” tegasnya.
Pathul menceritakan, usai melakukan pelantikan pejabat waktu itu Sekda Lalu Firman Wijaya langsung ke Kemendagri untuk melakukan konsultasi terkait surat yang diterima.
“Hasil konsultasi ya kami cabut SK pelantikan, jadi sekali lagi ini hanya soal waktu WIBA dan WITA,” tegasnya lagi.
Ditambahkan bupati, setelah SK pencabutan diterbitkan Pemkab Lombok Tengah kemudian diajukan melalui gubernur dan nantinya gubernur yang mengirim melalui system layanan administrasi online ke Kemendagri.
“Ya lima sampai enam hari kedepan kita akan lantik kembali,” yakin bupati.
Sementara Pathul mengungkapkan kejadian ini tidak hanya terjadi di Lombok Tengah, melainkan di beberapa kabupaten kota di Indonesia. Di sana mereka juga melakukan mutasi tanpa izin Mendagri.
“Yang jadi rujukan undang – undang maka kita konsultasikan, ini masalah tafsir terhitung 6 bulan saja. Besok kalau mau mutasi boleh sepanjang ada izin,” katanya.
Di tempat yang sama, Sekda Lombok Tengah Lalu Firman Wijaya menegaskan bahwa tidak ada larangan dilakukan mutasi namun harus disertai izin dari Mendagri.
“Jadi bukan tidak boleh ya,” katanya.
Disamping itu diketahui mutasi besar-besaran yang dilakukan Bupati Lombok Tengah diduga melabrak undang-undang Nomor 10 tahun 2016. Jika hasil mutasi dilanjutkan bakal ada sanksi bagi kepala daerah dalam hal ini, Pathul Bahri. Politikus Gerindra ini bakal dibatalkan sebagai calon kepala daerah. Baik sebagai calon bupati atau calon gubernur jika maju di Pilkada 2024.(dik/nis)