LOMBOK – Kabar mutasi pejabat Lombok Tengah yang segera digelar pada awal pemerintahan periode kedua, Lalu Pathul Bahri dan H.M Nursiah. Baik eselon II dan III membuat ketegangan muncul di lingkaran pejabat. Mereka mulai deg-degan mendengar kabar mutasi yang disampaikan langsung Pathul Bahri.
Di lain sisi, Ketua Komisi I DPRD Lombok Tengah Ahmad Syamsul Hadi turut bicara soal rencana mutasi tersebut. Kata dia, setidaknya ada tiga hal yang dirasa perlu ditingkatkan oleh para pejabat yang duduk di eselon II dan III.
Pertama soal pengetahuan terkait bidang yang ditangani, evaluasi capaian kerja yang berkelanjutan serta koordinasi lintas OPD.
“Hal-hal dasar yang harus menjadi pertimbangan sekarang oleh pemerintah daerah dalam kerangka mutasi adalah, bukan hanya soal meletakan seseorang yang expert dalam bidangnya tetapi adalah hasil evaluasi selama ini secara kinerja, capaian-capaiannya apa saja,” katanya kepada jurnalis koranlombok.id, Rabu (9/4/2025).
Kata politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) tersebut, ketika sinyal mutasi digaungkan oleh Pemda, masyarakat secara umum ada yang menilai bahwa hal tersebut hanya merupakan bagi-bagi kekuasaan atas dasar kedekatan pribadi kepala daerah dan hal ini harus ditepis oleh Pathul-Nursiah.
Ahmad berharap orang-orang yang diproyeksikan mengisi jabatan eselon II dan III tak hanya menguasai bidang kerjanya tapi juga harus memiliki loyalitas dan komitmen menyukseskan target pembangunan yang telah tertuang dalam Rencana Jangka Panjang dan Menengah Daerah (RPJPMD).
“Kan kepala daerah ini butuh kabinet yang kuat dan bukan asal bapak senang atau yang serampangan bekerja, nah mutasi harus diletakan seperti itu sebagai aturan penugasan,” tegasnya.
Soal disampaikan Sekda Lombok Tengah Lalu Firman Wijaya terkait meritokrasi kendati berada pada peringkat 325 poin dan butuh 11 poin lagi agar dapat dinilai sangat baik di NTB.
“Gak lama dan gak sulit, kepala daerah itu kan punya banyak pembantu kan tinggal diperiksa kurikulum vitae aja kok apakah ahli dibidang apa dan layak atau tidak didudukan dalam suatu jabatan,” ujarnya.
Selain itu agar sistem meritokrasi ini tetap bisa berjalan, perlu ada anggaran untuk peningkatan kapasitas ASN dan PNS harus terus dilakukan termasuk bisa juga dengan memberikan beasiswa kepada pegawai yang memiliki potensi keahlian untuk S2 ataupun S3.
“Karena itu bukan hanya soal sumber daya manusia tetapi juga soal investasi SDM dalam jangka panjang dalam bentuk keilmuan atau keahlian-keahlian,” sebutnya.
Selain itu pejabat yang nantinya terpilih juga harus cakap dalam merespons permasalah dan isu pembangunan di tengah masyarakat. Hal tersebut karena jabatan setara kepala dinas dan kepala badan seharusnya merupakan pemikir agar dapat menjalankan fungsi dan tugasnya.
“Nah itu juga harus jadinoarameter juga, gini kepala dinas dan kepala badan ini kan penyambung isi pikiran kepala daerah, jadi harus bisa menerjemahkan itu, pembangunan ini sudah berlari sampai sejauh mana apa saja capaiannya. Kalau ada kepala dinas yang gak bisa menjawab pertanyaan publik ya jadikan pekerja administrasi saja,” sentilnya.(nis)