LOMBOK – Panasehat Hukum (PH) mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSUD Praya Adi Sasmita, Lalu Anton Hariawan menyebutkan surat dakwaan diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada kliennya dinilai kabur dan tidak jelas. Banyak kejanggalan ditemukan setelah pihaknya mencermati dan mempelajari isi dakwaan. Hal ini disampaikan usai sidang kasus dugaan korupsi dana BLUD RSUD Praya dengan agenda eksepsi atau nota keberatan berlangsung di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (20/3/2023).
Anton menyentil, sebagai ketentuan Pasal 143 ayat (2) ada surat pedomaan pembuatan surat dakawaan yang dikeluarkan Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia tahun 1985 pada halaman 14 atau 16. Pengertian cermat dan lengkap jelas dalam aturan tertuang. Dalam dakwaan jaksa dirinya melihat surat dakwaan penuntut umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap.
“Penuntut umum dalam menyusun dakwaan dalam komulatif tidak menentukan Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) dalam surat dakwaan. Makanya saya nyimak dengan teliti dengan seksama maka saya simpulkan isi dakwaan kepada terdakwa mengenai tindak pidana barangan atau berdiri sendiri-sendiri namun beberapa perbuatan pidana mempunyai hukum pokok yang sejenis,” katanya tegas.
Selain itu, Anton melihat JPU tidak menyebutkan secara jelas dan cermat Adi Sasmita. Dicontohkannya, dalam surat dakwaan Adi Sasmita berdasarkan surat keputusan Direktur RSUD Praya Nomor : 44503 RSUD 2017 tanggal 3 Januari 2017, sementara dalam surat dakwaan Adi Sasmita harusnya dijelaskanberdasarkan SK pengangkatan tahun 2017 berapa? SK 2019 berapa? SK 2020 berapa? Untuk itu kata Anton, ini harus dijelaskan.
“Tapi dalam susunan dakwaan ada satu dijelaskan, tahun 2017 saja. Sedangkan Adi Sasmita ini model SK diperpanjang atau diperbaharui setiap tahun oleh direktur,” bebernya.
Bukan hanya itu, Anton menilai JPU juga tidak cermat kualifikasi kualitas terdakwa berdasarkan Pasal 55 ayat (1) dalam dakwaan kesatu primer subsider pertama dan kedua. Sementara dalam dakwaan kumulatif ketiga terdapat perbedaan identitas nama antara saksi dalam surat dakwaan dengan BPA pemeriksaan saksi, justru berbeda nama perusahannya. Sementara dalam BAP saksi, nama A dan perusaah dalam dakwaan beda nama dan perusahaan.
“Kita simpulkan benar atau tidak isi dakwaan ini kami rasa dakwaan penuntut umum kabur dan tidak jelas. Ini bukti ketidak telitian dan kejelian jaksa. Kita semua punya turunan berkas, BAP 1, BAP 2 kita sudah buka ditemukan nama dan kedudukan dari saksi itu sudah jelas. Tapi saat susunan dakwaan kok beda namanya. Nama perusahaan berbeda juga,” ungkapnya.
Tidak sampai di situ kata Anton, lebih parah lagi JPU dalam menyusun dakwaan komulatif ketiga tanpa memiliki dasar hukum yang jelas karena bukan merupakan objek penyidikan perkara. Sebab, dalam berkas perkara nomor BP04N.2.11/KSD1 2022 tertanggal 16 November 2022 yang merupakan satu -satunya rujukan JPU di dalam menyusun surat dakwaan Adi Sasmita. Sehingga, tempus delicti yang disebut JPU dalam dakwaan bukan merupakan ruang lingkup penyidikan.
“Kenapa saya bilang begitu, contoh dalam surat dakwaan dibuat oleh penuntut umum rumusan demikian sangat kontradiktif sumbir dan tidak jelas. Menurut saya dalam dakwaan komulatif ketiga surat penyidikan sudah jelas terlampir nomor print 03N12, surat perintah perpajangan penyidikan dengan demikian jelas ini tindak pidana dari dakwaan tahun 2017-2020,” bebernya.
Namun parahnya, justru penuntut umum dalam dakwaan memasukan tindak pinda tahun 2022 saat ditemukan uang di tas milik Adi Sasmita Rp 15 juta yang diduga uang dari rekanan proyek. Saat itu tim Kejari Lombok Tengah melakukan penggeledahan.
“Ini yang saya bilang di luar ojek penyidikan. Harusnya 2017-2020 sesuai surat perintah penyidikan terlampir di dalam berkas, JPU melakukan penyidikan di luar ruang lingkup penyidikan,” sentilnya.
Anton memberikan masukan ke penuntut umum untuk membuka turunan berkas satu persatu secara singkron dengan dakwaan. Jika dibiarkan ini sangat berpengaruh dan tidak masuk pokok perkara.
“Dakwaan yang kami lihat kan sudah jelas Pasal 143 ayat (2) tentang syarat formil dan materil sudah jelas kedudukan terdakwa. Jadi harus jelas, terdakwa didakwa kasus tindak pidana korupsi tahun 2017-2020. Apa tahun berapa? Belum lagi nama perusahaan salah,” ungkapnya lagi.
“Maka kami anggap isi dakwaan belum sesuai syarat formi dan materialnya,” sambung Anton.
Untuk itu, PH berharap majelis hakim betul membaca eksepsi dan benar-benar membuka dakwaan. Kedepan diharapkan jaksa tidak terburu-buru. Sementara, sidang lanjutan dengan agenda tanggapan JPU terhadap eksepsi penasehat hukum terdakwa akan digelar Senin depan.(dk)