LOMBOK – Direktur CV. Zahwa Cahya Mandiri, Baiq Marisa Agustina membuka semua yang terjadi di dalam Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya. Kepada jurnalis Koranlombok.id secara eksklusif, Marisa membongkar sumber pengumpulan dana taktis yang pernah dibuka mantan Direktur RSUD Praya, Muzakir Langkir dan dibagi-bagi.
Ia membeberkan jika diduga kuat sumber dana terkumpul dari hasil pemotongan setiap program kegiatan rekanan di RSUD Praya sebesar 16,5 persen. Dia mengungkapkan, sejak tahun 2016 pemotongan 16,5 persen ini sudah terjadi. Dia pun sempat menanyakan kepada pihak rumah sakit dan dijelaskan alasan pemotongan ini.
“Saya baru-baru tahu bahwa sumber dana taktis itu ternyata diambil dari situ sebanyak 5 persen,” ungkapnya Senin, (8/5/2023).
Diungkapkan mantan Ketua KNPI Lombok Tengah ini, pemotongan dilakukan saat dilakukan pembayaran. Demikian yang dialaminya sejak tahun 2016 sampai 2021. Begitu mengetahui alasan pemotongan dari pihak RSUD Praya, Marisa kemudian tidak pernah menanyakan lagi. Ia mengikuti apa yang dilakukan di dalam.
Dari pemotongan 16,5 persen ini, Marisa mengaku tidak ada alasan dirinya melakukan pengembalian kerugian Negara berdasarkan hitungan Inspektorat Lombok Tengah yang disampaikan pihak kejaksaan Rp 500 juta.
“Apa yang harus saya kembalikan, markup saya di mana? Saya hanya berjualan kok di sana. Ayo kembalikan dulu uang saya di rumah sakit sejak dilakukan pemotongan tahun 2016-2022 sekitar 600 juta malah,” tegasnya.
Selain itu selama ini yang menentuka harga bukan dirinya melainkan pejabat pengadaan di RSUD Praya. Dia posisi hanya menjual barang kepada pihak rumah sakit. Baik makanan kering bahkan basah.
“Kalau item makanan kering saya sebagai penyedia sejak tahun 2017. Makanan kering itu, ada susu, telur, beras, gula, kacang hijau, kecap, kecap manis, kecap asin, tepung dan lainnya,” bebernya.
Menurut informasi yang diterima Marisa, pemotongan bukan hanya menimpa dirinya. Rekanan lain mengalami hal yang sama. Bahkan informasi jumlah potongan juga sama 16,5 persen. Potongan ini juga untuk membayar pajak PPN dan PPH.
“Sebenarnya saya menjadi penyedia masuk tahun 2016 dimulai dari ATK, 2017 coba masuk sebagai penyedia makanan kering baru akhir 2018 makanan basah dan jadi dua item focus saya. Makanan kering dan basah,” ungkapnya.
Hitung-hitungannya, nilai belanja kebutuhan dari pihak RSUD Praya yang dipesan melalui dirinya bervariasi setiap bulan. Peling kecil dari Rp 20 juta, 80 juta bahkan pernah sebulan sampai Rp 100 juta. Namun proses pembayaran tidak mulus. Pernah diutang sampai setahun oleh rumah sakit.
“Contoh ya, kalau kita hitung bersama nilai 100 juta maka yang dipotong pihak RSUD Praya Rp. 16.500.000,” sebutnya.
Di balik itu semua ada fakta baru yang muncul. Perusahaan milik Marisa ini tidak memenuhi syarat sebagai penyedia makanan basah dan kering, tapi diloloskan pejabat pengadaan di RSUD Praya. Marisa berdalih dirinya baru tahu perusahaannya tidak memiliki SIUP saat di dalam persidangan, pekan kemarin. Dia juga tidak mau menyalahkan pejabat pengadaan.
“Sekarang saya bukan lagi sebagai penyedia di RSUD sejak tahun 2022. Ya sejak kasus ini bergulir, beberapa kali saya dipanggil kejaksaan dari tahun 2021,” katanya.
Anda pernah tidak diminta langsung uang oknum pejabat di RSUD Praya? Marisa mengaku tidak pernah. Termasuk Muzakir Langkir tidak pernah minta. Hanya waktu itu pada momen peresmiaan gedung IDG, HUT Lombok Tengah dan Hari Bhakti Adhyaksa.
“Mohon maaf ya sekarang lewat depan kantor kejaksaan saja saya ilfil,” katanya sambil tersenyum.
Dari kasus ini, apa yang Anda mau sampaikan?
Marisa berpesan kepada orang di RSUD Praya menjadikan ini pembelajaran dan tidak diulangi lagi. “Ini aja kayaknya,” tutup Marisa.(dik)