LOMBOK – Mantan Kabag TU RSUD Praya sekaligus Pejabat Keuangan BLUD, Enis dengan tegas menyampaikan tidak pernah melihat ada pemotongan dana dalam pelaksanaan kegiatan di rumah sakit. Hal ini diungakapkan Enis dalam sidang lanjutan keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), kasus dugaan korupsi dana BLUD RSUD Praya tahun 2017-2020 di Pengadilan Tipikor Mataram Kamis, (11/5/2023).
Demikian juga saksi tidak pernah melihat mantan PPK RSUD Praya Adi Sasmita menerima uang. Termasuk mantan bendahara pengeluaran Baiq Prapningdiah tidak pernah diketahui melakukan pemotongan dana kegiatan.
Di hadapan Hakim Ketua Isrin Surya Kurniasih dan anggota, Enis juga menyebutkan, dalam negosiasi harga sepengetahuannya dilakukan oleh pejabat pengadaan. Namun anehnya, Enis justru tidak mengetahui secara legalitas jika Adi Sasmita merupakan PPK.
“Saya tidak pernah parf SK Pak Adi Sasmita, kalau pejabat pengadaan saya parf SK nya,” ungkapnya dalam sidang.
Sementara dalam keterangan saksi Ketua Tim Penyusun Satuan Standarisasi Harga (PSSH) Lombok Tengah Nasrun malah mengaku tidak paham tentang BLUD RSUD Praya. Pasalnya PSSH selama ini diperuntukan untuk APBD, bukan BLUD. Demikian juga klasifikasi makanan dan kebutuhan di RSUD Praya.
“Kami tidak paham kalau BLUD,” katanya.
Selanjutnya, dua saksi lainnya yang merupakan rekanan dari swasta dan perusahaan plat merah memberikan keterangan berbeda berdasarkan pertanyaan.
Berdasarkan keterangan pihak PT. Kimia Farma dimana pada tahun 2020 pihaknya masuk ke RSUD Praya, tepatnya bulan Maret. Direktur PT. Kimia Farma membantah masuk ke RSUD Praya tahun 2018. Sementara dalam turunan berkas BAP ada pernyataannya. Namun bos Kimia Farma mengakui mendengar informasi ada pemotongan di RSUD Praya.
“Itu cerita yang saya dengar, karena saya masuk RSUD Praya saat it,” terangnya.
Terakhir keterangan saksi dari Direktur PT. Saba tidak membenarkan adanya pemotongan di RSUD Praya. Tapi diakui pernah ada selisih pembayaran dan sudah dikembalikan oleh pihak RSUD Praya tahun 2018. Perusahaan Saba masuk ke RSUD Praya dengan dasar adanya MoU alat kesehatan dengan Direktur RSUD Praya Muzakir Langkir. Sementara kewajiban pihak rumah sakit membeli reagen dari tahun 2015-2020.
Sementara itu, kuasa hukum mantan PPK RSUD Praya Adi Sasmita, Lalu Anto Hariawan menyoroti keterangan Enis. Apalagi saksi membenarkan jika pejabat pengadaan terlibat negosiasi harga.
“Tapi kalau tim PSSH sudah jelas mengatakan jika itu dibuat bukan untuk BLUD,” tegasnya.(dik)