SUMBAWA – Dengan terungkapnya kasus dugaan pencabulan 29 santriwati di satu Pondok Pesantren (Ponpes) Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa. Sampai dengan saat ini, 29 santriwati itu mengaku masih takut bertemu dengan pimpinan pondok (Abah, red) yang diduga sebagai pelaku. Selain itu, para santriwati menolak untuk masuk pondok kembali.
“Saya coba tanyakan kenapa takut ketemu abah atau salaman tabarakallah dari kepala turun ke dada, mereka ketakutannya besar ketemu pimpinan pondok yang biasa mereka panggil Abah,” ungkap Tim Advokasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumbawa, Fathilatulrahmah saat dikonfirmasi jurnalis Koranlombok.id via ponsel, Selasa (6/6/2023).
Dia memastikan ini sebagai bentuk trauma para santriwati sehingga takut bertemu pimpinan pondok.
“Termasuk untuk masuk pondok lagi mereka yang 29 santriwati ini tidak mau. Mereka mau pindah sekolah,” bebernya.
Sementara informasi yang dia terima LPA, pondok pesantren yang berada di Kecamatan Labangka sudah dibekukan sementara pascakasus ini mencuat ke permukaan. Disamping itu proses belajar mengajar dilakukan di salah satu SMP. Apalagi saat ini para santriwati ini tengah masuk masa ujian kenaikan kelas.
“Ini sudah difasilitasi oleh Dikbud. Termasuk bagi yang mau pindah akan difasilitasi, kecuali di luar Kabupaten Sumbawa,” katanya.
Fathilatulrahmah membeberkan, kasus ini baru-baru ini terungkap setelah santriwati melaporkan kepada orangtua. Dilaporkan jika santriwati di dalam pondok diduga mendapat perlakuan tidak wajar oleh pimpinan pondok. Para santriwati mengaku menerima perlakuan tidak wajar 4 bulan setelah pondok ini beroperasi atau sekitar bulan Oktober 2022.
“Kalau pertama kali beroperasi atau tiga bulan berjalan mereka tidak pernah mendapatkan perlakuan tidak wajar. Itu pengakuan mereka, namun dari 29 santriwati ini ada yang tidak konsisten dengan keterangan pertama. Ada juga yang tetap konsisten keterangan awal,” ceritanya.
Adapun pengakuan para santriwati ini kata Fathilatulrahmah, mereka pernah dicubit, ditarik, cium pada bagian ubun-ubun, dipegang kepala, tanganya turun ke dada. Namun ditegaskannya para santriwati tidak pernah sampai bersetubuh.
“Tapi memang kecemasan anak-anak ini berlebihan kepada abah, mereka ngaku takut hamil ketika dicium ubun-ubun,” katanya.(dik)