Armi, 46 tahun merupakan seorang janda dengan tiga orang anak. Ia merupakan warga Desa Ijobalit, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur. Selama ini, dia menjadi tulang punggung setelah pisah dengan mantan suaminya. Berikut hasil liputan jurnalis Koranlombok.id.
Bekerja sebagai pemulung barang rongsokan memang terdengar sangat menjijikkan. Pekerjaan ini indentikkan dengan aktivitas yang sangat rendah. Mereka setiap hari berjibaku dengan bau tak sedap di sekelilinya. Namun tidak banyak orang yang mengetahui aktivitas ini justru menjanjikan.
Dengan bermodal tenaga kuat, setiap harinya para pemulung memilah sampah sebelum nantinya di jual ke pengepul. Salah seorang pengumpul barang rongsokan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ijobalit, Lombok Timur Armi banyak menceritakan kisah hidupnya selama menjadi pemulung.
Bahkan ada pengakuan cukup mengejutkan tentang penghasilan setiap bulan dari memugut barang rongsokan di tempat ini.
Janda anak tiga itu memulai ceritanya sebagai pemulung sejak 3 tahun lalu. Sebelumnya dia keseharian bersama keluarganya bekerja sebagai pemecah batu apung untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan kondisi keterbatasan ekonomi dari hasil kerja dan masalah lainnya, ia bercerai dengan suaminya.
Setelah bercerai, sang suami dikatakannya tidak memberikan nafkah kepada ketiga anaknya sehingga dirinya harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan sekolah dan keseharian anak-anaknya.
“Bapaknya tidak mau memberikan apa-apa, dia tidak peduli dengan anaknya,” ceritanya.
Ditengah kondisi itu, Armi kemudian diajak kerabatnya untuk ikut mencari barang rongsokan di TPA Ijobalit. Kemudian dari hasil mengumpulkan barang rongsok tersebut dirinya mampu menghidupi keluarga hingga menyekolahkannya.
Dia bercerita jika anak pertamanya bernama Aldo, 17 tahun sudah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sekarang berkerja di gudang TPA Ijobalit. Anak keduanya M. Khairi,13 tahun duduk di bangku SMP dan anak ketiga Refalina,7 tahun di Sekolah Dasar (SD).
Warga Ijobalit ini mengaku berkerja setiap hari di TPA tersebut untuk mengumpulkan sampah yang kemudian dijual kepengepul. Namun sebelum bisa menjual barang rongsokan tersebut, ia mengaku melakukan banyak pemilahan sehingga siap untuk dijual.
“Ini tidak kita kumpulkan terus langsung kita jual, ini butuh di pilah-pilah lagi,” tuturnya.
Beruntungnya kata wanita lulusan SD ini, dia mengaku bisa meraup uang hingga Rp. 2 juta setiap bulan dari hasil ini semua. Setiap minggunya barang rongsokan yang sudah dipilah akan ditimbang oleh pengepul untuk dibayar. Dia menghitung jika setiap minggunya tidak kurang memperoleh Rp. 500 ribu bahkan lebih.
Ia menuturkan hasil dari memulung lebih besar dari pekerjaan sebelumnya memecah batu apung, dia pun mengaku jika dirinya tidak memiliki penghasilan lain selain bekerja sebagai pemulung untuk memenuhi kebutuhan keluargnya.(fen)