LOMBOK – Aroma bau busuk dalam program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) Kawasan Hutan di Desa Lantan, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah mulai tercium. Dugaan campur tangan oknum kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terbongkar.
Koordinator Gerakan Masyarakat Peduli Keadilan (Gempa) Suhardi membuka temuan ini. Dia menyebutkan selama masyarakat ini di bawah menduga kuat adanya keterlibatan oknum PSI. Maka dari itu pada aksi selanjutnya, pihaknya meminta dihadirkan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Bupati dan pihak PSI yang disebut-sebut.
“Isunya ada oknum dari pihak PSI yang damping di Desa Lantan, kami bingung kok di Desa Karang Sidemen ada Walhi malah di Lantan oknum pihak PSI,” ungkapnya saat dihubungi jurnalis Koranlombok.id, Rabu (10/1/2024).
Menurut Suhardi tidak sepantasnya oknum kader PSI masuk dalam persoalan ini. Karena menurut dia, bukan ranah orang partai.
“Jasad jauh berbeda ini, makanya kami minta ini diklarifikasi. Ada teman di sini mengakui isu ini benar di bawah terjadi. Makanya kami minta orang PSI juga dihadirkan supaya ketemu benang merahnya,” sebutnya.
Kalaupun benar oknum kader PSI ikut campur dalam persoalan ini. Menurutnya sangat masuk diakal. Lebih-lebih Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia, Raja Juli Antoni merupakan pendiri partai yang dikomandani putra Presiden Joko Widodo.
“Di bawah ada orangnya sampai ke atas ada orang PSI, kalau benar ini saling sambut maka ini sangat memudahkan,” katanya.
Suhardi menegaskan, pihaknya membuka persoalan ini karena selama proses berjalan usulan tidak terbuka. Bahkan data yang ada sementara ini banyak kejanggalan dan tumpang tindih.
“Saya lihat kurang terbuka, data yang diusulkan di Desa Lantan bukan 400 melainkan 401 orang. Cuma kami heran kenapa mendominasi beberapa dusun saja dari empat dusun,” sebutnya lagi.
Selain itu informasi yang pihaknya terima dari kunjungan ke Desa Karang Sidemen, mereka juga di sana mengiyakan jika di Desa Lantana da campur tangan oknum kader PSI.
“Kalau di Karang Sidemen teman Walhi yang mendampingi aktif, mereka juga benarkan ada oknum orang PSI di Desa Lantan,” katanya.
Sementara itu, Gempa juga pernah turun melakukan aksi demo di halaman Kantor Desa Lantan, Rabu (10/1/2024). Dalam askinya, mereka menyampaikan sejumlah tuntutan.
- Menuntut keterbukaan informasi adanya ekseskusi lahan HGU.
- Meminta pihak pemerintah memastikan masyarakat bisa mendapatkan keadilan dengan pembagian kalau tidak rata minimal merata.
- Meminta pihak BPN atau Pemdes Lantan memberikan data usulan sebanyak 400 Kepala Keluarga (KK) melalui BPN.
“Terakhir kita meminta diberikan ruang kesempatan untuk mengawal sehingga orang-orang yang dizholimi namanya sampai ke Jakarta di Kementerian BPN/ATR,” kata Suhardi di lokasi demo.
Dia menyatakan luas lahan eks HGU yang dibagi seluas 173 hektare dan baru ada masyarakat dari tiga dusun yang diberikan lahan. Yakni, Dusun Pemantik, Pemasir dan Sumberan. Sementara masyarakat dari tujuh dusun belum mendapatkan eks lahan HGU.
“Kita tidak mau tahu mekanismenya seperti apa ini beresiko atau tidak, dari total luas tanah itu masyarakat bisa mendapatkan bagian sehingga keadilan itu jelas,” katanya.
Dia mengklaim, gerakan mereka murni untuk membantu masyarakat, pada saat demonstrasi mereka juga meminta untuk dipertemukan kepada pihak PSI yang mendapingi proses eksekusi eks lahan HGU di Desa Lantan.
“Kita yang dibilang jangan sampai ditunggangi mungkin mereka yang proses awalnya ditunggangi lebih dahulu,” sebutnya.
Di lokasi yang sama, Kepala Desa Lantan, Erwandi mengatakan pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat domisili atau sporadik tanah eks HGU kepada masyarakat. Sementara tentang pembagian eks lahan HGU tersebut terjadi sebelum dirinya menjabat sebagai kepala desa.
Dari 400 KK tersebut didata oleh kelompok masyarakat dan ingin membagi lahan HGU secara mandiri setelah PT. Tresno Kenangan telah habis hak sebagai pengelola, sementara status tanah yang ditinggalkan masih belum jelas.
“Kami di pemerintahan desa kan punya batas kewenangan ini kan tanah negara bukan tanah desa,” tegas dia.
Untuk eks lahan HGU akan dijadikan oleh Kementerian BPN/ATR sebagai lokasi program TORA untuk masyarakat yang real mengelola laham tersebut. Sementara itu dirinya mengaku tidak pernah ikut andil membagi-bagi lahan tersebut kepada masyarakat.
“Jadi kami di sini tidak pernah memasukan masyarakat atau memberikan arahan kelompok,” bantahnya.
Sebagai kepala desa dirinya tidak bisa menyampingkan para penggarap tanah tersebut yang selama 13 tahun memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam. Dimana nantinya dirinya meminta petunjuk bagaimana penyelsaiannya kepada BPN/ATR.
“Mereka sudah mengeluarkan biaya, pikiran, dan tenaga untuk sekarang bagi-bagi merata ini harus bicara dahulu ke mereka,” katanya.
Pemdes Lantan akan mendampingi masyarakat dan menfasilitasi untuk duduk bersama dengan pihak BPN/ATR.(nis)