LOMBOK – Mejelis hakim Praperadilan penetapan tersangka Suherman oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah menyampaikan hal mengejutkan. Majelis hakim tunggal Mohammad Kamil Ardiansyah menyampaikan bahwa, putusan sidang Praperadilan nanti dipastikannya tidak ada intervensi pihak mana pun. Hal ini disampaikan dalam sidang yang berlangsung, Senin (9/9/2024) di Pengadilan Negeri Praya.
“Dalam memutuskan kami pastikan tidak ada intervensi, ini murni keputusan berdasarkan kesimpulan saya sesuai bukti para pihak pemohon dan termohon,” tegas majelis hakim tunggal.
Selain itu, hakim muda ini juga menegaskan ketika ada informasi yang berbeda di luar. Ia memastikan bersama panitera itu tidak benar.
“Jadi gak benar itu ya, ini murni keputusan dari kami,” katanya sebelum menutup sidang dengan agenda menyampaikan kesimpulan para pihak.
Sementara itu isi kesimpulan dari pihak pemohon yang berhasil diperoleh jurnalis Koranlombok.id, bahwa penetapan tersangka PPK proyek pembangunan jalan Taman Wisata Alam Gunung Tunak, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah tahun 2017 saudara Suherman dinilai tidak tepat.
Melalui kesimpulan pemohon, pihaknya menilai pihak Kejari tidak menjadikan pedoman UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab UU hukum acara pidana.
“Bahwa sejak adanya UU nomor 8 tahun 1981, setiap penyilidikan terlebih dahulu dilakukan penyelidikan,” tegas kuasa hukum pemohon, Indi Suryadi.
Dibeberkan Indi, bahwa keterangan saksi Rahmat Laki Singgia mempunyai kesamaan dengan bukti P-4 T.1. Dimana mana pemohon pernah mengajukan Praperadilan di Pengadilan Negeri Praya denga salah satu objek.
“Jadi PP pertama dulu pemohon menang, pada poin ketiga putusannya menyatakan menurut hukum penetapan tersangka terhadap pemohon tidak didukung alat bukti permulaan yang cukup,” ungkapnya.
Sementara itu keterangan Plh Kepala Dinas PUPR NTB Lies Nurkomalasari tidak pernah menyertakan dokumen kepada termohon sebelumnya.
“Sehingga pengembalian barang bukti kepada saksi Lies Nurkomalasari dan bukti T.4 adalah cacat Yuridis,” sebut Indi.
Disamping itu Indi menyampaikan bahwa berdasarkan keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor KEP-518./A/J.A/11/2001 1 November 2001 tentang perubahan keputusan jaksa agung Nomor KEP-132/A/J.A/11/1994 tanggal 7 November 1994 tentang administrasi perkara, keputusan jaksa agung pada surat perintah penghentian penyidikan atas tinda pidana yang disangkakan terhadap tersangka dengan alasan termuat Pasal 109 ayat (2) KUHP.
“Apabila ada alasan baru dapat dilakukan penyidikan kembali ke alasan baru. Maka harus ada novum atau bukti baru dan terdapa kekeliruan dalam penafsiran atau penerapan huku yang menjadi dasar penghentian penyidikan,” jelasnya.
Maka dengan itu, kata Indi, penetapan tersangka Suherman tidak sah menurut hukum. Dengan demikian, pihaknya menghukum termohon (Kejari, red) untuk merehabilitasi harkat dan martabat serta nama baik pemohon seperti semula.(red)