Kasus Tiga Orang Petani di Lombok Tengah, LSBH NTB: Ini Upaya Kriminalisasi!

oleh -710 Dilihat
FOTO SATRIA TIM DOK KORANLOMBOK.ID / Lalu Yakup, Inaq Herman dan Inaq Yuni menunjukkan bukti SPPT lahan yang diklaim PT. Panjimara.

LOMBOK – Kritikan keras kembali muncul dari Lembaga Studi Bantuan Hukum  Nusa Tenggara Barat (LSBH-NTB). Mereka mempertanyakan kasus yang menyeret tiga orang petani asal Desa Selong Belanak, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah sampai duduk di kursi pesakitan pengadilan.

Perwakilan Tim LSBH NTB, Hanafi mengungkapkan jika tanggal 31 Juli 2024 merupakan sidang perdana pidana dengan terdakwa Lalu Yakup dan istrinya Inaq Harman beserta adik iparnya Inaq Yuni.

“Kami sayangkan, sebab kami menilai perkara ini adalah perkara yang esensinya adalah keperdataan yang semestinya harus diselesaikan dengan jalan-jalan keperdataan,” katanya tegas dalam keterangan resminya kepada redaksi Koranlombok.id.

 

LSBH NTB sekaligus sebagai tim pengacara dalam perkara ini, kata Hanafi, berlanjutnya proses hukum ini sampai meja persidangan adalah bentuk nyata dari suatu upaya kriminalisasi dan merongrong kesetaraan warga negara di hadapan hukum.

Baca Juga  Dianaktirikan Pemerintah, Warga Tanam Pohon Pisang dan Padi Tengah Jalan di Lotim

“Karena bagaimana mungkin Yakup dan keluarganya tidak dibolehkan mengelola lahan, disisi lain perusahaan PT. Panjimara diperbolehkan mengelola dan memasuki tanah yang sesungguhnya menjadi obyek dipersengketakan kepemilikannya,” sebut Hanafi.

Sementara di satu sisi, dasar bukti Yakup di tahan dan dituntut berdasarkan bukti PT. Panjimara berdasarkan surat SHGB Nomor 397 yang terbit pada tanggal 21 Juni 2024. Sedangkan perbuatan Yakup yang dilaporkan oleh perusahaan bulan November 2023.

“Sangat tidak logis dalam penalaran hokum,” sentilnya.

 

Mestinya, secara logis jika perusahaan berkeberatan dengan perbuatan MamiqYakup dan keluarga harusnya perusahaan melakukan keberatan secara perdata dan menguji alat bukti yang dimiliki perusahaan dengan bukti yang dimiliki Yakup tentang keabsahan alat bukti di pengadilan.

Baca Juga  Bupati Pathul Beberkan Alasan Perpanjang Masa Jabatan Kades Barabali

 

“Ini jelas sebagaimana dalam Perma juga di atur pada Pasal 1 Perma Nomor 1 tahun 1956, yang menentukan bahwa apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu. Hal ini berkenaan dengan asas hukum  prejudicial geschill yang menerangkan bahwa sengketa yang diputuskan terlebih dahulu dan membawa suatu keputusan untuk perkara dibelakang,” urainya.

Terkait dengan kasus Mamiq Yakup dan keluarganya, kata Hanafi, ini adalah kasus sengketa kepemilikan yang mana di dalamnya terdapat anasir atau unsur keperdataan. Maka sepatutnya asas prejudicial geschil dikedepankan dan juga Perma nomor 1 tahun 1956 diterapkan yang mana ketentuan perdata diputus terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan penuntutan pidana.

Baca Juga  Kita Harus jadi Orangtua dan Sahabat Anak

“Sehingga segala materi dakwaan yang dituntut kepada Yakup tidak dapat diteruskan secara hukum,” tegasnya lagi.

Jika berkaca dari asas prejudicial giscel dan Perma nomor 1 tahun 1956 Pasal 1, pemeriksaan Yakup berdasarkan laporan PT. Panjimara di Polres Lombok Tengah patutnya dihentikan atau tidak dilanjutkan pada proses tuntutan di pengadilan.

“Ini demi keadilan dan kesetaraan di hadapan hukum. Tapi kenyataan yang dihadapi Yakup dan keluarga yang kini tengah berlanjut dalam proses persidangan seakan seperti memperlihatkan bagaimana hukum dibuat tidak memberikan rasa keadilan,” sentilnya.(red)

Tentang Penulis: Redaksi Koranlombok

Gambar Gravatar
Koranlombok media online dari Provinsi Nusa Tenggara Barat. Koranlombok selalu menayangkan berita Penting, Unik dan Menarik untuk dibaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.