LOMBOK – Warga Desa Puyung, Kecamatan Jonggat menolak keras peraturan bupati (Perbup) Nomor 23 tahun 2020 tentang peta penetapan batas wilayah, antara Desa Puyung dan Kelurahan Renteng.
Dari Perbup itu, ditetapkan jika Kantor Bupati Lombok Tengah mulai dari tembok penyengker depan kantor bupati sampai ke belakang masuk Kelurahan Renteng.
Mendengar kabar miring ini, warga Desa Puyung ramai-ramai menyampaikan penolakan dengan tidak menandatangani kesepakatan atas Perbup tersebut.
“Jadi masyarakat kami menolak kantor bupati masuk ke Kelurahan Renteng,” ungkap Kades Puyung Farhan Hadi kepada jurnalis Koranlombok.id, Senin (4/11/2024).
Dalam wawancara via sambungan telpon, Kades Puyung menceritakan jika tokoh masyarakat Desa Puyung telah membuat pertemuan di kantor desa malam minggu pecan kemarin. Di sana hadir para tokoh mulai dari pemuda, tokoh agama, tokoh masyarakat termasuk BPD.
“Ya hasilnya kami semua menolak jika kantor bupati masuk ke Kelurahan Renteng intinya. Kami menolak aturan itu,” tegasnya.
Dari sejarah dibuatnya Perbup ini, kata Kades Puyung, ia mengakui tidak tahu persis apa yang mendasari Bupati Lombok Tengah memutuskan dan membuatkan Perbup peta penetapan batas wilayah Desa Puyung dengan Kelurahan Renteng.
“Kami tidak tahu seperti apa awalnya, kami tentu sangat dirugikan atas dibuatkan Perbup itu,” katanya tegas.
Atas gejolak yang ditimbulkan ini, sampai dengan saat ini warga di Desa Puyung keras apapun dalih pemerintah menolak kantor bupati masuk ke wilayah Kelurahan Renteng.
“Kami tolak kesepakatan awal,” ungkapnya.
Sementara itu, sampai berita ini diturunkan Sekda Lombok Tengah Lalu Firman Wijaya yang dikonfirmasi belum berhasil. Begitu juga para pejabat lainnya belum bisa.(red)