LOMBOK – Dua tahun terakhir tiga ruangan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 2 Lombok Tengah di Desa Penujak, Kecamatan Praya Barat tidak ditempati. Di antaranya, aula, ruang belajar siswa tunanetra dan tunarungu karena atap bangunan terancam roboh.
“Ini solusi dami keselamatan anak-anak kita juga,” ungkap Kepala SLB Negeri 2 Lombok Tengah, H. Muhammad Makrif kepada jurnalis Koranlombok.id, Senin (5/6/2023).
Sementara itu proses belajar mengajar dilakukan di ruang perpustakaan dan dapur. Demikian juga ruang salat digunakan. Atas kondisi ini, kepala sekolah mengaku sudah melaporkan ke dinas di provinsi agar segera dilakukan renovasi. Dijanjikan akan diperbaikan tahun 2024.
“Ini bangunan sejak tahun 2008 sampai sekarang tidak pernah direnovasi. Saya pernah sampaikan ke ibu kabid, saya bilang saya takut viral ibu kabid kalau ada siswa tertimpa bangunan,” ceritanya.
Selain ruang kelas yang belum dilakukan perbaikan, ada banyak persoalan lain juga disampaikannya. Dibutuhkan mobil operasional ukuran besar untuk mengantar siswa. Sekarang ini ada mobil APV. Setidaknya ada 30 siswa SLB yang diantar setiap harinya sampai jam 12 bahkan 1 siang.
“Jadi bolak-balik, kalau ada lebih besar mungkin cukup satu kali jalan saja,” katanya.
Tidak hanya itu, kondisi asrama di SLB Negeri 2 Lombok Tengah juga memprihatinkan. Tempat tidur yang kurang, toilet rusak, mesin cuci rusak bahkan pintu dan jendela juga. Asrama yang dibangun tahun 2014 ukuran 8×14 meter ini sampai sekarang tidak pernah direnovasi. Sementara ada 16 siswa yang tinggal di asrama.
“Harapan mari kita perhatikan dari segi tempat tinggal mereka,” tutur Kepsek.
Terakhir, Makrif mengungkapkan jika sering terlambat pencairan anggaran untuk makan siswa. Bahkan pernah dalam setahun hanya dibayar 6 bulan. Sisanya tidak ada solusi. Kejadian ini terjadi pada masa pandemic covid-19 2021.
“Itu kami yang talangi dulu, ya segala macam cara kami lakukan,” terangnya.
Lebih memprihatinkan lagi, sebagian besar orangtua yang memasukan ke asrama anak mereka nyaris tidak pernah datang mencari. Namun ini bukan menjadi alasan pihak sekolah mengeluh. Sementara setahun pihaknya mengelola anggaran Rp 240 juta bersumber dari BOS. Sistem pencairannya per enam bulan sekali.
“Semua di sekolah ini gratis dari seragamnya dan lainnya,” bebernya.(dik)