Pedagang Bakso Kena Pajak 4,5 Juta, Dewan Supli: Sosialisasi Tidak Jalan

oleh -1126 Dilihat
FOTO / Ilustrasi

LOMBOK – Pascaterbongkarnya pedagang bakso dikenakan pajak 4,5 juta per bulan oleh Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Lombok Tengah. Polemik ini langsung ditanggapi Ketua Komisi I DPRD, H. Supli. Politisi PKS itu menilai jika sosialisasi selama ini tidak jalan. Kondisi ini kemudian membuat para pedagang ramai-ramai menolak bayar pajak pada bulan Agustus 2023.

“Untuk meluruskan ini, mulai saja dari start awal lakukan sosialisasi, bangun kesepahaman dan kemudian pemda konsisten dalam pelaksanaan,” tegasnya saat dikonfirmasi jurnalis Koranlombok.id, Sabtu (12/8/2023).

Menurut dewan dua periode itu, kalau untuk menetapkan besaran yang seharunya dikenakan wajib pajak harus dengan system digitalisasi.

“Sangat salah. Untuk pengenaan pajak kan sudah ada hitung-hitungannya,” katanya.

Sementara itu, ditegaskan Supli jika benar pengakuan pedagang bakso bahwa petugas pungut melakukan penagihan dan pajak naik dengan dalih ada utang pemerintah kabupaten. Dirinya sangat menyayangkan hal ini disampaikan.

“Berarti petugasnya tidak benar, subyektif, seenaknya. Perlu petugasnya diberikan sanksi kalau benar melakukan itu,” tegasnya lagi.

Dijelaskannya, kendati pajak itu wajib dibayar tetapi ketika alasan penagihan tidak bener, tidak rasional dan tidak berdasarkan ketentuan. Maka wajar wajib pajak ingkar memenuhi kewajibannya.

Sementara, berdasarkan informasi dari pihak Bappenda ketika melaksanakan uji petik, ditemukan omzet pedagang bakso besar di wilayah Praya. Kisaran 400-500 terjual perharinya. Maka jika yang dikenakan pajak 100 mangkok per hari dengan harga jual Rp 16.000 per mangkok  dengan pajak 10 persen, dengan demikian nilai pajak tertagih adalah 10 persen X Rp 16.000 = 16.000 x100x30 = 4.800.000.

“Jadi tagihan 4,5 jt sebulan sepertinya masih kurang itu, apalagi bakso yang terjual sampai 400 – 500 mangkok,” terangnya.

Baca Juga  DPRD Loteng Kompak Dukung Honor Petugas Kebersihan Dinaikan

Untuk itu, dirinya menjelaskan juga bahwa yang dikenakan pajak itu pembeli bakso bukan pedagang. “Jadi sangat perlu bagaimana cara agar pedagang ini memiliki kesadaran untuk segera membayar pajak usahanya,” tuturnya.

Disamping itu, untuk pajak sebenarnya sudah ada regulasinya. Namun Pemkab dituding alfa menerapkan ketentuan pajak warung restoran sejak awal. Sedangkan  sosialisasinya tidak jalan, akhirnya terkesan selera-seleraan. Maka muncul anggapan ada yang dikenakan ada yang tidak. Ada yang dirasakan terlalu tinggi, ada yang dianggap kerendahan.

Dari itu, seyogyanya sudah waktunya Pemkab Lombok Tengah konsisten menerapkan ini. Begitu juga membuka selebar-lebarnya tentang ketentuan perpajakan. Ajak pedagang berbicara bila perlu menghitung bersama berapa sesungguhnya besaran pengenaannya.

“Kalau ini sudah dipahami Insya Allah semua menerima. Mungkin terhadap warung-warung yang akhirnya dikenakan pajak yang dirasa tinggi, uji petik yang dilakukan pemda tidak dilakukan secara terbuka, maka ketika hasil uji petik itu diterapkan jadi pedagang merasa ketinggian dan ramai-ramai mereka keberatan,” jelas Supli.

 

Sebelumnya, pedagang bakso di Lombok Tengah ramai-ramai menolak membayar pajak kepada Bappenda. Mereka menolak lantaran diminta membayar pajak per bulannya dengan nilai cukup tinggi.

Pedagang bakso yang beroperasi di Utara simpang empat Masjid Agung, Kusnanto mengaku oleh petugas Bappenda bulan Agustus ini pihaknya diminta membayar pajak Rp 4,5 juta.

“Intinya saya tidak akan bayar kalau segitu mas, ini naiknya terlalu tinggi. Awal kami bayar 250 ribu per bulan, nah sekarang diminta 4,5 juta, kami dapat uang dari mana untuk bayar. Saya tidak sanggup,” tegasnya kepada jurnalis Koranlombok.id, Sabtu (12/8/2023).

Lebih parah lagi, saat oknum petugas Bappenda mendatanginya Kamis lalu. Mereka menyampaikan jika pajak naik karena kondisi darah ada utang pinjaman.

Baca Juga  Pemprov NTB Siapkan 2 Miliar untuk Beasiswa Luar Negeri

“Makanya saya bilang apa hubungan utang pemda dengan kami pedagang bakso. Tempat kami jualan bangun sendiri, tanah kami sewa, apa hubungannya. Saya bilang begitu mas,” katanya tegas.

Dalam persoalan ini, Kusnanto mengaku dirinya bukan tidak mau membayar pajak bulanan. Melainkan tidak sanggup dengan nilai cukup tinggi, sehingga dirinya akan tetap menolak membayar.

Bahkan jika hal terburuk terjadi, pemerintah keras dan menekan pedagang bakso bayar pajak tinggi. Pihaknya akan tetap menolak. Kalaupun warung mereka akan disegel atau digusur sesuai ancaman petugas, pihaknya merelakan. Namun dirinya hanya akan memvideokan saat disegel atau digusur.

“Biar viral sekali-kali mas, iya kan,” terangnya.

Kusnanto menyayangkan, saat ada kebijakan baru soal kenaikan pajak harusnya Bappenda mengundang para pedagang bakso untuk rapat.

“Inikan sepihak, tiba-tiba diminta bayar 4,5 juta coba,” ceritanya.

Kalaupun pajak naik tidak ada persoalan. Namun nilainya lebih masuk diakal. Sementara pajak bulan Agustus naik cukup tinggi dan berlipat-lipat.

“Kalau di bawah 1 juta kami siap per bulan,” terangnya.

Diceritakan Kusnanto, dulu saat H. Nursiah menjabat Sekda Lombok Tengah memiliki cara berbeda kepada pedagang bakso. Dirinya mengaku didatangi dan diajak berbicara soal pajak per bulan. Selain itu, mereka juga di sana ada tawar menawar.

“Tidak saklek seperti sekarang, tiba-tiba dinakan tinggi. Kalau dulu ada berkas yang kami tandatangani, bukan seperti sekarang ini,” bebernya.

Harusnya kata Kusnanto, pemerintah melihat fakta sebenarnya. Mulai dari setiap orang berkunjung ke warung bakso, tentu tidak semua beli bakso. Ada yang dating hanya untuk minum.

Baca Juga  Dewan Loteng Minta Pemkab Polisikan Penyegel SDN 1 Jangkih Jawa

“Perlu juga tahu, kami ada kewajiban setor motor kredit dan upah karyawan. Terus dari mana kami dapat untuk bayar begitu besar,” tegasnya lagi.

Keluhan sama disampaikan pedagang bakso MBA Suyitno di simpang tiga Yanmu. Dia mengaku untuk bulan Agustus berdasarkan surat penagihan pajak diminta bayar Rp 1.920.000. Sedangkan sebelumnya dia hanya membayar pajak bulanan Rp 250 ribu.

“Kalau naik yang wajar tidak ada masalah, ini ngitungnya ngak masuk akal mas,” ungkapnya di tempat yang sama.

Diceritakannya, sementara MBA group di simpang empat Selatan Masjid Agung pajak bulanan Rp 400 ribu. Sementara bulan Agustus diminta membayar Rp 7,5 juta. Selanjutnya, MBA group di depan SMPN 2 Praya pendapatan kotor Rp 1 juta per hari, bulan Agustus diminta bayar pajak Rp 1.440.000

“Jatuh tempo setiap tanggal 15. Tapi kami belum beban di BSI, belum bayar kredit motor. Pokoknya kami tidak sanggup,” terangnya.

Ditambahkan perwakilan keluarga Bakso MBA Group, Triyanto mengatakan pihaknya menolak membayar pajak tinggi dari Bappenda. Menurutnya, kenaikan ini sangat tidak wajar tanpa ada sosialisasi dari Bappenda.

“Ini ngak masuk akal kenaikannya. Ini tinggi banget mas,” katanya.

Untuk itu, dia menyampaikan informasi sementara ada 40 pedagang bakso yang tergabung dalam Paguyuban di Lombok Tengah menolak kenaikan bayar pajak bulanan yang tinggi. Pihaknya berjanji akan tetap menyuarakan ini sampai ke pemerintah kabupaten.

“Naik sewajarnya mas boleh itu, ini jangan angancam mau datangkan jaksa lah untuk menindak jika tidak bayar. Emangnya kami ini salah apa,” tegasnya.(dik)

 

Tentang Penulis: Redaksi Koranlombok

Gambar Gravatar
Koranlombok.id merupakan salah satu media online dari Provinsi Nusa Tenggara Barat. Koranlombok.id selalu menayangkan berita Penting, Unik dan Menarik untuk dibaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.