Mengulas Legenda Putri Mandalika di Laut Selatan Lombok Tengah

oleh -3242 Dilihat
FOTO ISTIMEWA Para Finalis Putri Mandalika di Pantai Seger, Kuta, Lombok Tengah beberapa tahun silam.

Legenda Putri Mandalika merupakan sebuah cerita rakyat dari tanah Lombok. Hingga sekarang, masyarakat meyakini jika cacing laut adalah jelmaan dari Putri Mandalika. Konon, cacing laut ini muncul setiap tanggal 20 bulan ke-10 dalam kalender tradisional Sasak antara Februari atau Maret.

Menurut cerita, Putri Mandalika dulunya menyeburkan diri ke laut demi rakyat. Saat itu ada tiga pangeran yang jatuh cinta kepada Putri Mandalika, namun tidak satupun ia terima. Sosok Putri Mandalika dikenal sebagai putri yang cantik dan bijaksana, jauh dari rasa egois karena ia tak menaruh kepentingannya di atas milik orang lain yakni, warga Kerajaan Sekar Kuning.

Sementara itu orangtua sang putri, Raden Panji Kusuma dan Dewi Seranting yang dikenal arif dan memiliki tenggang rasa tinggi terhadap sesama. Selanjutnya adalah para pangeran yang melayangkan pinangan untuk Putri Mandalika, digambarkan bersifat tamak dan sombong.

Dalam sebuah cerita tentang Legenda Putri Mandalika, berdirilah kerajaan yang menghadap ke hampar Samudra Hindia, Kerajaan Sekar Kuning di negeri Tonjeng Beru namanya. Raja Raden Panji Kusuma juga dikenal dengan sebutan Tonjeng Beru, memiliki istri bernama Dewi Seranting. Keduanya terkenal rupawan, mereka pun hidup harmonis dan memerintah dengan bijaksana hingga rakyat hidup sejahtera.

Pada momen yang dinantikan, raja dan ratu dikaruniai keturunan. Seorang putri berparas cantik yang diberi nama Mandalika. Melihat sikap sehari-hari orang tuanya, Putri Mandalika tumbuh menjadi gadis santun, rendah hati, dan sangat menyayangi rakyat. Ia bahkan rela membantu warga dengan tangannya sendiri, tanpa memikirkan jika dirinya adalah seorang ningrat. Tak heran jika Putri Mandalika juga dicintai rakyat hingga selalu dibanggakan sampai ke pelosok negeri.

Melihat sikap sehari-hari orang tuanya, Putri Mandalika tumbuh menjadi gadis santun, rendah hati, dan sangat menyayangi rakyat.

Siapa sangka, cerita dari mulut ke mulut mengenai paras rupawan dan budi baiknya membuat banyak pangeran, dari kerajaan-kerajaan yang dekat maupun jauh, hendak memperistri Putri Mandalika. Mereka menunggu hingga Putri Mandalika cukup umur lalu satu per satu melayangkan pinangannya ke Kerajaan Sekar Kuning. Bersama surat-surat pinangan itu, datang juga pemberitahuan kedatangan para pangeran ke Kerajaan Sekar Kuning untuk memberi hantaran dan memperkenalkan diri.

Baca Juga  Menko Dukung PLN Serap Produk Dalam Negeri

Satu, dua, tiga, hingga belasan pangeran datang ke aula Raja Tonjeng Beru untuk memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud meminang Mandalika. Mereka tampan, terpelajar, dan berkarisma. Tak lupa para pangeran juga membawa hantaran emas, kain sutra, aksesori wanita, hingga makanan khas daerah masing-masing untuk memenangkan hati sang putri. Tumpukan hantaran sampai menggunung di kamar Putri Mandalika. Bukan membuatnya senang, benda-benda indah itu malah menjadi beban buatnya.

Sambil menunggu jawaban Putri Mandalika, semua pangeran yang datang dipersilakan tinggal di paviliun tamu kerajaan. Awalnya paviliun itu sepi dan luas, tapi karena terus menerus kedatangan tamu pangeran beserta ajudan-ajudannya, paviliun tamu menjadi ramai dan tidak nyaman. Tak jarang, pangeran-pangeran juga beradu mulut dan saling membanggakan kerajaan mereka. Aura persaingan terasa sepanjang hari.

Suatu malam, Putri Mandalika datang ke paviliun tamu secara rahasia. Ia ingin melihat para pangeran yang melamarnya. Namun tak disangka saat kedatangannya itu, yang terlihat bukan karisma para pangeran yang menemui ayahnya di aula, melainkan sikap sombong dan kekanak-kanakan para pangeran yang sedang memuji diri sendiri dan merendahkan kerajaan lain.

Yang terlihat bukan karisma para pangeran yang menemui ayahnya di aula, melainkan sikap sombong dan kekanak-kanakan para pangeran yang sedang memuji diri sendiri dan merendahkan kerajaan lain.

Semakin lama Putri Mandalika mendengar obrolan mereka, semakin kejam kata-kata yang terucap dari mulut para pangeran. Mereka tak segan mengajukan ancaman perang pada kerajaan lain. Apalagi jika sampai tak terpilih, mereka hendak menyerang kerajaan yang berhasil meminang Putri Mandalika. Ada juga yang akan mengajukan perang pada Kerajaan Sekar Kuning jika sampai cintanya ditolak.

Baca Juga  Guru Ngaji yang Selalu Ngesot ke Musala

Kecewa dengan apa yang disaksikannya, Putri Mandalika kembali ke kediamannya sambil menitikkan air mata. Kini Putri Mandalika bukan hanya bingung, ia pun takut salah mengambil keputusan. Ternyata lamaran-lamaran itu bukan hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang peperangan antar suku. Akhirnya Putri Mandalika memutuskan berkonsultasi kepada ayah dan ibunya yang bijaksana.

 

Tak bisa dipungkiri, raja dan ratu pun merasakan kebingungan serupa. Keduanya menyarankan Putri Mandalika untuk meminta petunjuk pada Sang Maha Pencipta. Jawaban apapun yang Putri Mandalika dapatkan, raja dan ratu akan menerima dan mendukungnya.

Bertolaklah Putri Mandalika untuk bersemedi di tebing Pantai Seger untuk mendapatkan jawaban yang dicarinya.

Setelah tiga hari bersemedi, Putri Mandalika mengundang para pangeran untuk datang ke tebing Pantai Seger saat fajar pada hari ke-20 bulan 10. Pilihan waktu ini dianggap janggal, hingga membuat banyak orang penasaran. Berita ini juga terdengar hingga ke telinga rakyat Kerajaan Sekar Kuning dan kerajaan sekitar.

Hari yang ditunggu tiba, kawasan Pantai Seger kini dipadati penduduk yang ikut penasaran akan jawaban Putri Mandalika. Sang putri tiba diiringi kedua orang tua dan pengawalnya sambil berjalan kaki. Ia terlihat memesona, wajahnya terlihat makin rupawan dalam balutan busana sutra warna-warni yang ia kenakan. Rambutnya panjang terurai di bawah mahkota, matanya terlihat tegas sekaligus teduh.

Putri Mandalika menuju ke ujung tebing tertinggi sendirian, membuatnya terlihat di antara kerumunan orang. Saat sinar matahari menyinari dirinya, Putri Mandalika mengatakan dengan lantang jika ia menerima semua pinangan para pangeran. Pernyataan putri membuat bingung semua orang. Katanya, jawaban itu adalah yang terbaik yang ditunjukan Sang Maha Pencipta. Putri Mandalika diperlihatkan pandangan jika menerima hanya satu saja pinangan, perang besar akan terjadi.

Saat sinar matahari menyinari dirinya, Putri Mandalika mengatakan dengan lantang jika ia menerima semua pinangan para pangeran.

Baca Juga  Pemkot Usulkan 2 Miliar untuk Pembangunan Panggung Literasi

Putri Mandalika melanjutkan, katanya semua pangeran baik untuknya, tetapi para pangeran harus menjadi pemimpin yang lebih baik untuk rakyat, karena yang ia inginkan hanyalah kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, perang hanya membawa kesengsaraan bagi rakyat. Ia pun mengucap terima kasih atas pinangan dan kasih sayang semua orang padanya. Kemudian Putri Mandalika membalik badan menghadap ke samudra, lalu melompat ke lautan disambut ombak besar yang menelan tubuhnya.

“Jadi Putri Mandalike nyebur ke laut dan berubah wujud menjadi cacing laut atau nyale,” cerita almarhum Tokoh Budayawan Lalu Sar’I Bayan kepada jurnalis Diki Wahyudi, beberapa tahun silam.

Melihat putri kesayangan jatuh ke laut, raja segera menceburkan diri ke air untuk mencari anaknya. Diikuti oleh para pangeran dan seluruh rakyat yang berkumpul di Pantai Seger. Namun dari ratusan orang yang mencari, tak ada satupun yang menemukan tubuh Putri Mandalika.

Yang terlihat di dalam air malah ribuan biota laut serupa pita yang menjuntai berwarna-warni. Warnanya sama dengan kain sutra yang dikenakan Putri Mandalika, hingga banyak orang yang terkecoh dan menangkapnya.

Raja dan ratu akhirnya menyadari, jika cacing-cacing berwarna indah itu adalah jelmaan putrinya yang telah berkorban demi rakyat. Akhirnya, raja dan ratu memerintahkan rakyat untuk mengumpulkan cacing-cacing itu dan membawanya pulang. Sebagian menaruhnya di sawah dan membuat tanaman mereka subur, sebagian lainnya membuat masakan dari cacing-cacing yang mereka sebut nyale sehingga kebutuhan pangan mereka selalu tercukupi dan sejahtera, seperti keinginan Putri Mandalika.

Raja dan ratu akhirnya menyadari, jika cacing-cacing berwarna indah itu adalah jelmaan putrinya yang telah berkorban demi rakyat.

Sedangkan para pangeran, pulang tanpa membawa permaisuri. Namun, mereka menjadi pemimpin yang menghargai dan menghormati rakyatnya, bahkan bersedia berkorban bagi mereka seperti yang dilakukan Putri Mandalika.(*)

Tentang Penulis: Redaksi Koranlombok

Gambar Gravatar
Koranlombok.id merupakan salah satu media online dari Provinsi Nusa Tenggara Barat. Koranlombok.id selalu menayangkan berita Penting, Unik dan Menarik untuk dibaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.