LOMBOK – Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan pendapatan nonupah yang wajib dibayarkan pemberi kerja terhadap pelaku pekerja menjelang hari raya. Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja beragama Islam, Natal bagi pekerja yang beragama Protestan dan Katolik, Nyepi bagi pekerja beragama Hindu, Waisak bagi pekerja beragama Buddha, dan Imlek bagi pekerja yang beragama Konghucu.
Tapi entah mengapa, fenomena THR saat ini merujuk pada momen Hari Raya Idul Fitri yang tidak hanya dirasakan oleh pekerja yang mayoritas muslim, namun selain yang beragama non muslim turut mendapatkan fasilitas THR pada Hari Raya Idul Fitri. Sejatinya, THR merupakan sebuah benefit yang bisa memastikan kesejahteraan kelompok pekerja selama hari raya berlangsung. Sementara, harga dari semua kebutuhan pokok masyarakat mendadak meningkat pada momen-momen tersebut.
Bermodal motor matic Mio karbu yang sudah usang, jurnalis Koranlombok.id mengunjungi sebuah pusat perbelanjaan terbesar di Kota, yaitu Mall Epicentrum. Setelah melewati perempatan Jl. Majapahit-Jl. Sriwijaya-Jl. Gajah Mada-Jl. Airlangga, yang sangat sibuk di jam-jam para warga berperang takjil, sampailah saya di pelataran parkir mall terbesar di pusat Kota Mataram. Untuk berjalan dari parkir motor ke arah pintu masuk lantai dasar lumayan jauh, namun beberapa orang tampak menikmati hal tersebut karena terbayang betapa sejuknya diterpa oleh angin ac yang wangi, beberapa pengunjung yang nampak seperti orang kaya yang dermawan, serta beberapa benda mewah yang terpampang di etalase dengan begitu indahnya yang bagi beberapa orang, sangat bahagia hanya memandangi namun tidak harus membeli.
Setelah berjalan-jalan cukup lama dengan pikiran bingung tidak tahu akan membeli apa, pandangan saya tertarik pada sebuah etalase yang menampilkan kumpulan perangkat elektronik mewah yang harganya terdiri dari berkali-kali lipat gaji saya jika saya mampu menabung dan tidak makan serta tidak membayar kos selama satu tahun, Ibox. Etalase dengan brand premium tersebut nampak ramai, banyak masyarakat yang terlihat berdebat sangat anggun dengan Sales Promotion Girl maupun Sales Promotion Boy yang melayani kebutuhan pertanyaan mereka dengan kesabaran yang terlatih. Hal ini sangat berbeda dengan pemandangan Pasar Gembrong yang untuk menawarkan dagangan saja penjual berteriak dengan suara yang mampu mengalahkan suara knalpot racing. dengan keyakinan, semakin kencang suaranya, semakin laku dagangannya.
Dengan rasa penasaran dan malu-malu, saya memberanikan diri untuk memasuki etalase tersebut meski gemetar karena mengetahui dengan pasti saya tidak mampu membeli, sehingga untuk melihat atau menyentuhpun rasanya terlarang. Di luar dugaan, ternyata masyarakat tidak hanya sekadar melihat-lihat dengan malu-malu seperti saya, namun mereka benar-benar berbelanja alat-alat elektronik mewah tersebut. Beberapa orang yang terlihat memiliki banyak uang, bertransaksi di meja kasir dengan wajah yang berseri-seri, seolah-olah menggambarkan isi dompet mereka. Orang tidak segan-segan membeli seri terbaru yang harganya menurut saya bisa untuk membeli satu motor matic terbaru. Mereka tidak ragu-ragu ketika mengeluarkan sejumlah uang cash yang dihitung di depan mata, maupun menggunakan kartu untuk membeli gadget terbaru sebagai simbol pencapaian dan pengakuan pada perkumpulan keluarga di hari raya nanti.
Kemudian saya memberanikan diri bertanya kepada sales promotion apakah mereka benar-benar membeli semua itu? dan, bagaimana bisa? dengan UMR sepertinya mustahil apabila masyarakat beramai-ramai membeli produk luxurius tersebut. Dengan ramah sales promotionpun menjawab.
“Karena THR kak, setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri, toko kita selalu ramai pembeli,” kata sales itu.
“Hari ini pun, bahkan tote bag kita habis,” sambungnya.
Sementara kantong belanjaan bertuliskan label elektronik mewah tersebut stoknya ludes sehingga orang-orang terpaksa membawa barang belanjaannya tanpa kantung, atau menggunakan kantung dengan label lain, Erajaya misalnya. Lalu apa esensinya membeli perangkat elektronik di Ibox tanpa membawa kantung belanja bertuliskan serupa?
Nyatanya ketika saya sibuk membrowsing fenomena THR dan perilaku impulsif beberapa masyarakat yang membeli kebutuhan tersier tersebut, justru malah membantu perekonomian negara. Peredaran uang THR dapat menggerakkan roda perekonomian sebab, masyarakat akan membelanjakan uang lebihnya untuk beragam kebutuhan di luar belanja rutin. Naiknya daya beli dan konsumsi masyarakat bisa menaikkan pertumbuhan ekonomi nasional. Nilai konsumsi kian melonjak drastis seiring dengan pendistribusian THR yang meningkatkan daya beli masyarakat. Mengetahui hal tersebut, saya lega karena masing-masing warga memiliki kebahagiaan dan caranya sendiri dalam membelanjakan uang THR milik mereka.
Semoga saja, anak rantau dan jurnalis-jurnalis muda yang bersemangat, tidak berpatah hati meski THRnya belum bisa membeli sebuah ponsel pintar terbaru. Salah satu hal yang dapat menjadi penghiburan selain THR adalah, dapat berkumpul kembali dengan keluarga tercinta meski baju tidak harus baru, Namun ketupat dan opor haruslah ada sebagai obat penyembuh rindu.(jnm)