LOMBOK – Pascadilakukan pengukuran sempadan pantai di Areguling, Desa Tumpak, Kecamatan Pujut oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Tengah, Rabu (3/7/2024). Pihak BPN bersama warga yang menyaksikan, menemukan dua bangunan milik investor melanggar aturan.
Diketahui, bangunan milik investor itu diduga melakukan pembangunan di zona terlarang alias sempadan Pantai Areguling yang dilarang negara melalui Peraturan Presiden (Perpres) nomor 51 tahun 2016 tentang batas sempadan pantai.
“Jadi hasil pengukuran dilakukan dua bangunan milik investor ini masih berada di dalam Sempadan Pantai Areguling,” ungkap Ketua Yayasan Insan Peduli Umat NTB, Supardi Yusuf yang mendampingi warga.
Mantan Kades Pengembur ini memastikan, dua bangunan diduga illegal akan segera dibongkar paksa oleh warga. Karena menurut dia, tidak ada alasan pihak investor ini bertahan membangun di atas lahan bukan milik pribadinya.
“Segera ini masyarakat akan membongkar bangunan itu,” katanya tegas.
Selain melakukan pengukuran terhadap sempadan pantai di Areguling, pihak BPN juga melakukan pengukuran tanah terlantar seluas 500 hektare di wilayah Mawun. Tanah-tanah ini awalnya diklaim akan dibangun oleh investor, akan tetapi sampai puluhan tahun tak kunjung membangun.
“Turunnya pihak BPN ini menindaklanjuti hasil hearing kami bersama warga di kantor BPN, Rabu 26 Juni 2024,” bebernya.
Saat ini setelah masyarakat mengetahui batas sempadan pantai, masyarakat di lokasi langsung ikut melakukan pematokan dan pemagaran batas sempadan pantai.
“Sekarang kami menuntut kepada oknum investor untuk bertanggungjawab terhadap bangunan yang telah melanggar aturan roi pantai dan mengklaim roi pantai sebagai hak milik mereka,” tegasnya.
Disamping itu, pihaknya juga akan melaporkan persoalan ini kepada presiden dan Menteri Agrarian dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Jakarta.
Sebelumnya saat hearing ke Kantor BPN Lombok Tengah, puluhan warga Desa Tumpak bersama Yayasan Insan Peduli Umat NTB, Rabu (26/6/2024). Mereka mengungkapkan sejumlah persoalan di selatan. Salah satunya, 50 tahun lahan sengaja ditelantarkan para investor.
Warga menuntut kepada Kepala BPN Lombok Tengah untuk menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan di Dusun Tebuak, Areguling, Pancor, Petule dan Mawun, Desa Tumpak.
Dimana lahan itu selama ini dikuasai oleh sejumlah perusahaan antara lain, PT. Alkika di Mawun. PT. Sinar Indah di Mekarsari. PT. Esa Swardana Tani, PT. Eko Citra Graha Nusa, PT. Pantai Aan di Pantai Selong Belanak yang totalnya sekitar 500 hektare lahan diduga ditelantarkan investor.
Selain itu, warga meminta agar BPN tidak memperpanjang izin dan mencabut sertifikat HGB, HGU, HPL dan SHM investor yang tidak melakukan pembangunan sekitar 50 tahun lamanya.(red)