LOMBOK – Ketua DPRD Lombok Tengah sementara Muhalip angkat bicara terkait ancaman gagal panen petani jagung di Dusun Aik Paek Lauk, Desa Labulia, Kecamatan Jonggat.
Diketahui ancaman gagal panen jagung setidaknya 30 hektare disebabkan persoalan saluran irigasi. Dimana air di wilayah itu tidak bisa mengalir disebabkan tersumbat tumpukan sampah.
Dari informasi ini, Muhalip sebagai dewan Dapil setempat mengaku saat ini masih belum bisa melakukan koordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) ataupun Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I (BWS NT I) disebabkan masih fokus pembentukan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dan komisi masih belum selesai. Akan tetapi, ia berupaya memberitahukan hal tersebut kepada Pemda Lombok Tengah untuk ditindaklanjuti.
“Kalau kita panggil secara perorangan masih belum bisa, tapi nanti kalau sudah terbentuk komisi ya kita panggil melalui komisi, nanti kita sampaikan ke Pemda terkait itu,” tegasnya kepada jurnalis koranlombok.id, Senin (23/9/2024).
Katanya, saluran irigasi di Jurang Sate memiliki debit yang tidak stabil, kedepan ia berharap jika ada kelompok tani yang menanam jagung atau palawija serta tanaman lainnya agar sebelumnya bisa melakukan hearing ke DPRD Lombok Tengah. Sehingga ada koordinasi dan pemantauan oleh pihaknya dan pemerintah daerah.
“Sebelum terjadi itu disampaikan untuk jaga airnya, tapi kita harap komunikasi dengan kita ini karena kami kan punya perwakilan sembilan orang di sini (DPRD, red),” bebernya.
Selain itu, komunikasai bisa juga dilakukan oleh petani yang pihak terkait baik melalui Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dari Dinas Pertanian atau Juru Penjaga Pintu Air dari Dinas PUPR atau yang lainnya. Muhalip yakin jika komunikasi dibina maka petugas akan bekerja memperhatikan keluhan-keluhan tersebut.
Sementara itu dirinya juga menyayangkan adanya masyarakat yang kerap melanggar pola tanam, jika dibandingkan sebelum masa reformasi dahulu semua petani tertib mengikuti musim tanam. Menurut dia, hal itu penting ditertibkan agar distribusi pupuk itu jelas di lapangan dan tidak ada lagi kelangkaan pupuk.
Kedepan jika petani aktif berkomunikasi bisa saja pihaknya memberikan program bantuan seperti sumur bor untuk per satu atau dua hektare lahan milik masyarakat yang tentu saja rawan dengan masalah kekeringan.
“Antisipasi dahulu agar kita tidak bingung,” ujarnya.
Ditambahkan dia, pemerintah tidak ada wewenang untuk melarang masyarakat untuk menanam komoditas yang mereka inginkan, namun sebagai warganegara setidaknya harus mengikuti pola tanam yang dianjurkan pemerintah demi kemaslahatan dan kepentingan bersama.
“Harus rapi, jadi produksi pupuk itu dibutuhkan dengan musim tanam,” katanya.(nis)