LOMBOK – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram melakukan audensi dengan Ketua Bawaslu NTB Itratip di Mataram, Senin (21/10/2024). Pertemuan membahas sejumlah pemanggilan jurnalis oleh Bawaslu Kabupaten dan Kota berkaitan dengan pemberitaan.
Dalam pertemuan itu, Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) NTB Haris Mahtul menyoroti tren sejumlah jurnalis ataupun media yang berurusan dengan Bawaslu dalam penanganan kasus pelanggaran Pilkada 2024.
KKJ mencatat agenda pemanggilan jurnalis terjadi di lima daerah. Tiga di antaranya Bawaslu menerbitkan surat panggilan, dua lainnya hanya koordinasi lisan.
Pemimpin Redaksi NTBSatu.com ini menyoal jurnalis yang dipanggil Bawaslu dalam rangka klarifikasi penanganan kasus.
“Seharusnya Bawaslu bisa meminta keterangan pemimpin media tempat jurnalis itu bekerja atau organisasinya, tidak langsung jurnalisnya,” kata dia.
Menurut Haris, produk jurnalistik merupakan hasil kerja berjenjang yang dimulai dari jurnalis, editor, hingga redaktur.
“Jadi, berita yang sudah tayang itu menjadi tanggung jawab redaksi yang diwakili pemimpinnya,” sebut dia.
Katanya, pemanggilan jurnalis juga tidak tepat karena berita merupakan hasil akhir produk jurnalistik sehingga cukup memberikan informasi mengenai penanganan suatu kasus.
“Kalaupun jurnalis itu dipanggil, maka keterangannya adalah apa yang sudah tertuang di dalam berita itu,” tegasnya.
Sementara itu Ketua AJI Mataram Kasim menjelaskan bahwa sudah ada mekanisme penanganan sengketa pemberitaan. Bahwa para pihak bisa mengajukan ke Dewan Pers jika itu terkait produk jurnalistik.
Selanjutnya, apabila produk jurnalistik itu menjadi bagian dari pengusutan pelanggaran Pilkada di Bawaslu maka bisa difasilitasi ahli pers.
“Di NTB ada ahli pers yang menjadi representasi dewan pers jadi jika diperlukan maka Bawaslu bisa meminta keterangan,” jelas dia yang akrab disapa Cem ini.
Ketua Bawaslu NTB Itratip menanggapi dengan mengakui Bawaslu di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi menangani indikasi pelanggaran Pilkada yang berkaitan dengan produk jurnalistik.
Soal pelanggaran netralitas ASN yang terungkap melalui pemberitaan di media soal dukungan kepada calon tertentu.
Selanjutnya, mengenai media online yang menayangkan iklan Paslon di luar waktu yang sudah ditentukan.
“Kami memanggil dalam rangka klarifikasi karena indikasi itu dilaporkan dengan bukti link berita,” jelasnya.
Dia mengatakan, pihaknya tidak dalam rangka menargetkan jurnalis atau media sebagai subjek pelaku pelanggaran.
Melainkan dalam rangka penanganan laporan yang memerlukan klarifikasi dari pihak media.
“Kita tidak masuk pada menilai kode etik produk pemberitaan karena itu bukan ranah kami,” tegasnya.
Dirinya berkomitmen untuk menggandeng media berpartisipasi dalam pengawasan pelanggaran Pilkada.
AJI maupun Bawaslu NTB sepakat jika situasi di daerah ini dibawa ke instansi atau lembaga lebih atas. Bawaslu RI dan AJI Indonesia hingga ke Dewan Pers.
Kedua pihak mendorong agar terjalin Perjanjian Kerja Sama (PKS) terkait prosedur penanganan pelanggaran Pemilu maupun Pilkada yang menjadikan produk jurnalistik sebagai bukti laporan.
Bila ada kesepakan antara Bawaslu RI dan Dewan Pers, ke depan, tidak muncul pro kontra di internal insan pers dan Bawaslu lebih mudah menjalankan tugas tugas pemeriksaan.
Kedua pihak juga sepakat mendorong ada formulasi yang tepat dalam penanganan pelanggaran Pemilu maupun Pilkada. Sehingga spirit kemerdekaan pers tetap dirasakan jurnalis dan Bawaslu dapat tetap menjalankan tugas pemeriksaan.(red/rls)