LOMBOK – Polda NTB akan mengecek penyelidikan kasus dugaan persekusi menimpa jurnalis Inside Lombok, Yudina Nujumul Qurani di Polresta Mataram. Adapun terduga pelaku seorang karyawan pengembang inisial EG di Lombok Barat yang terjadi, Selasa (11/2/2025).
“Makasih infonya mas, saya akan cek ya,” jawab singkat Kabid Humas Polda NTB, AKBP Mohammad Kholid kepada koranlombok.id, Jumat (11/4/2025).
Sementara sebelumnya, AJI Mataram berencana akan melaporkan kasus ini ke Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Pusat, AJI Indonesia, Dewan Pers, dan Kompolnas di Jakarta. AJI Mataram berharap kasus ini mendapatkan atensi dari Mabes Polri untuk memeriksa penyidik yang menangani perkara tersebut.
Reaksi AJI Mataram muncul pasca penyidik Reskrim Polresta Mataram menghentikan kasus dugaan persekusi yang menimpa jurnalis Inside Lombok.
Penyidik di Polresta Mataram berdalih menghentikan kasus tersebut karena pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan telah dihapus.
Ketua AJI Mataram Muhammad Kasim mengaku sangat menyesalkan penertiban surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) atas kasus kekerasaan terhadap jurnalis Inside Lombok.
Kaya Kasim, salah satu alasan penyidik menghentikan kasus tersebut karena pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang perbuatan tidak menyenangkan telah dicabut.
Semestinya, kata Cem panggilan akrabnya, penyidik tidak menggunakan KHUP melainkan menggunakaan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Justru kami mempertanyakan kenapa penyidik Polresta Mataram menggunakan Pasal 335 bukan UU Pers,” tegasnya, Jumat (11/4/2025).
Menurut Cem, perbuatan pelaku justru terindikasi memenuhi unsur Pasal 18 ayat 1 dan ayat 2 Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Bahwa setiap pelaku yang melakukan upaya menghalang halangi kerja jurnalistik, apalagi berujung kekerasan fisik, pelaku dapat dipidana 2 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Dia menilai penghentian kasus ini, justru sebagai bentuk pembungkaman kerja-kerja jurnalis. Padahal banyak celah digunakan penyidik untuk menghukum pelaku. Selain menggunakan UU Pers, juga delik kekerasaan terhadap perempuan.
“Jangan sampai justru kepolisian melindungi pelaku kekerasaan terhadap jurnalis,” tegasnya.(red)