LOMBOK – Kasus bisnis online Future E-Commerce (FEC) Shopping Indonesia sampai dengan saat ini masih ditangani penyidik Polda NTB. Anehnya, sampai sekarang perkembangan kasus ini belum ada tersangka.
“Makanya menurut saya polisi juga harus mengejar direksi perusahaan. Mereka harus bertanggungjawab juga,” kata Pakar Hukum sekaligus Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Mataram, Syamsul Hidayat kepada Koranlombok.id, Selasa (2/1/2024).
Berikut wawancara eksklusif sebelumnya dengan jurnalis Koranlombok.id.
Dalam kasus ini menurut Syamsul, tidak ada alasan pihak direksi perusahaan tidak bertanggungjawab dalam kasus ini. Mereka juga harus ikut mengganti kerugian yang menimpa para konsumen. Kalaupun perusaahan ini memiliki tabungan atau asset, maka itu bisa dijadikan dasar ganti rugi.
“Dulu Polri pernah menangani kasus serupa,” bebernya.
Sementara itu untuk proses penyidikan yang sedang berlangsung di meja penyidik, jika alat bukti sudah cukup maka penyidik harus segera menetapkan tersangka. Sebaliknya ketika alat bukti masih kurang tidak ada alasan kasus ini untuk dilanjutkan.
“Minimal dua alat buti maka penyidik bisa menetapkan tersangka biar ada kepastian hukum kasus ini,” tegasnya.
“Kalau penyidik tidak menemukan alat bukti cukup maka kasus ini harus dihentikan,” sambungnya.
Dari sisi pengamatannya, kasus itu kurang tepat jika penyidik menerapkan Pasal 379 KUHP. Sebab kasus ini bukan murni penipuan. Selain itu pelaku dan korban juga tidak ada hubungan daerek. Maka dari itu ini harus dibuktikan.
Menurut dia paling tepat dikenakan dalam kasus FEC ini Pasal 28 Ayat 1 UU ITE, sebab pelaku menyiarkan berita bohong sehingga orang tertarik masuk dalam bisnis tersebut.
“Kalau mau pakai 378 kan harus spesifik harus jelas hubungan pelaku dengan korban, maka agak berat jika menggunakan 378,” sebutnya.
Selama ini dirinya melihat dan memantau kasus ini lebih kepada penyebaran berita bohong melalui media sosial. Beda halnya saat jurnalis Koranlombok.id melakukan wawancara yang memang narasumber ada.
“Kan Diki (jurnalis, red) pernah podcast dengan terduga pelaku, Cuma bedanya Diki ada narasumber sehingga ada karya jurnalistik dan ada Dewan Pers, saya rasa tidak ada pidananya,” katanya tegas.
Saat ini yang perlu dilakukan pihak kepolisian mengecek akun media sosial terduga pelaku. Termasuk mencari tahu bagaimana cara menyiarkan sehingga orang tertarik.
“Kasus ini harus dikejar, perusahaan di situ ada direksi yang harus bertanggungjawab,” tuturnya.(dik)