BANYAK masyarakat Desa Loyok, Kecamatan Sikur, Lombok Timur sejak lama mengeluti aktivitas sebagai pengrajin anyaman bambu. Seiring berkembangnya zaman, ayaman bambu ini mulai lesu dan nyaris punah sebagai identitas desa tersebut.
Pemuda Pemerhati Budaya Desa Loyok (PPBDL) L. Arya Karma menuturkan, pasca terjadinya bom Bali 12 Oktober 2002 banyak pengrajin anyaman bambu di Desa Loyok gulung tikar. Begitu juga art shop banyak tutup. Warga yang sebelumnya menggantungkan hidup dari hasil anyaman bambu kini beralih menjadi petani, sehingga kegiatan tersebut mulai ditingalkan masyarakat.
“Kami sebagai generasi penerus mesara bertanggung jawab terkait anyaman bambu ini. Karena merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang kami. Inilah tujuan kami membuat event budaya gawe adat inen dowe,” katanya, Senin (22/7/2024).
Kata dia, pengambilan nama inan dowe sendiri mengambil makna dari Bahasa sasak yakni, inan yang memiliki arti ibu. Sedangkan dowe berarti kepunyaan atau milik. Sehingga inan dowe tersebut dimaknai bahwa Geben (kerajinan dari bambu, red) ini merupakan milik nenek moyang warga Desa Loyok.
Dengan demikian, dalam event ini nantinya akan dipamerkan proses pembuatan Geben mulai dari awal hingga siap digunakan atau siap dijual.
“Kami hanya ingin mempertegas, bahwa Geben ini memang asli dari Loyok. Karena kami menemukan di beberapa wilayah banyak yang mengklaim kerajinan tangan Geben ini punya mereka,” tuturnya.
Event yang akan dilaksanakan tanggal 24 – 25 Juli 2024 ini diharapkan akan menjadi awal kembangkitan semangat para pengrajin ayaman bambu setempat. Demikian pula pada generasi muda akan mampu meregenerasi aktivitas tersebut sehingga ciri khas dan kerajinan ini terus terjaga.
Selain itu, keberadaan event yang mengambil tema “Topang Lotim berkemajuan, melalui adat budaya,” ini diharapkan mampu memajukan pariwisata Lombok Timur, terlebih Desa Loyok juga sudah banyak dikunjungi wisatawan mancanegara.
“semoga event ini kedepannya masuk dalam salah satu kalender pariwisata,” harapnya.(fen)