LOMBOK – Pasca dilaporkan kasus perusakan gerbang kantor Bupati Lombok Tengah buntut dari saat aksi demo, Rabu (24/7/2024) oleh pemerintah kabupaten ke Polres setempat. Sejumlah respons negatif kini menyerang pemerintah.
Koordinator aksi sekaligus Ketua Yayasan Insan Peduli Umat Supardi Yusuf dengan tegas menyebutkan jika gerbang roboh bukan ulah dari massa aksi. Mantan Kades Pengembur ini malah menyebutkan, robohnya gerbang disebabkan dorongan dari oknum anggota Badan Keamanan Desa (BKD) dan oknum anggota Satpol PP.
“Biarkan saja dilapor, nanti kita jelaskan di hadapan penyidik. Tapi yang jelas itu bukan masyarakat yang robohkan,” tegasnya saat dihubungi redaksi Koranlombok.id, Sabtu (27/7/2024).
Supardi menyebutkan, sejak awal memang kondisi gerbang kantor bupati dilihat tidak baik. Gerbang ukuran besar itu sudah miring dan dibantu bambu sebagai penyangga.
“Kalau benar kami yang dorong kenapa robohnya ke selatan tidak ke utara. Itu loginya. Jadi yang di dalam (oknum anggota BKD, Pol PP, red) yang dorong dari dalam,” tuduhnya.
Selain itu, karet gerbang juga sudah rusak sehingga dengan mudah gerbang kantor bupati roboh.
“Kalau tanggapan saya soal laporan itu ya silakan saja, sah – sah saja,” katanya.
Yang perlu digaris bawahi, kata dia, yang melakukan demo adalah masyarakat korban kezoliman para investor tidak bertanggungjawba. Jadi yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah mendukung investor atau rakyatnya.
“Jadi jangan sedikit-sedikit main lapor, tapi kami siap hadapi ini ya,” tegas dia.
Sementara itu, sikap Pemkab Lombok Tengah yang melaporkan masyarakat ditanggapi banyak pihak. Badarudin dari Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) NTB menegaskan, seharusnya bupati berterima kasih kepada massa aksi yang telah menginggatkan tentang adanya permasalah terkait sempadan pantai dan mafia tanah di selatan.
“Bukannya berterima kasih, bupati malah menyalahkan massa aksi dengan melaporkan ke Polres Lombok Tengah,” katanya dalam keterangan resmi.
Badar menegaskan, laporan kepada massa aksi tersebut mencerminkan bupati merupakan pemerintah yang anti kritik dan tidak demokratis. Sikap anti kritik dan tidak demokratis akan mengambat kemajuan suatu negara dan bangsa.
“Secara khusus kemajuan daerah Kabupaten Lombok Tengah,” sentilnya.
Kata Badar, kriminalisasi terhadap petani merupakan suatu cara untuk memberangus dan menghentikan perjuangan petani yang gigih mempertahankan haknya berupa tanah dari oligariki yang lapar lahan.
“Seperti kasus baru – baru ini yang dialami oleh Yakup, istrinya berserta adik iparnya, yang dengan gigih dan sabar mengelola dan menanam di lahanya sebagai bentuk paling nyata dari perjuangan mempertahankan tanahnya harus berujung di penjara dengan pasal perusakan,” ungkitnya.
Tidak hanya yakup, Badar juga menyebut kriminalisasi perusakan juga dialami oleh warga Tomang Omang yang juga dengan sabar dan gigih berjuang mempertahankan tanah dari perampasan yang dilakukan oleh PT Esa Swardhana Tani. Selain perusakan, dua orang yang memiliki tanah di Dusun Tomang Omang juga dilaporan perusahan itu dengan dugaan melakukan tindak penyerobotan tanah.
“Dua orang warga di Kawasan Mandalika Resort juga dilaporkan oleh PT ITDC dengan dugaan tindak pidana perusakan. Kriminalisasi tidak hanya dilakukan oleh perusahan. Tapi juga, pemerintah yang melakukan kriminalisasi kepada rakyatnya,” katanya tegas.
“Kami meminta Bupati Lombok Tengah untuk meminta maaf kepada massa aksi dan mencabut laporannya,” sambung dia.(red)