LOMBOK – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadikan atensi program setiap daerah di Provinsi NTB. Tidak terkecuali di Kabupaten Lombok Tengah yang bersumber dari Dana Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPRD.
Kepala Satgas Korsub Wilayah V KPK Dian Patria menegaskan jangan sampai ada mens rea atau karena ada kedekatan nilai aset yang dicanangkan dalam program pokir malah dieksekusi dengan tidak seharusnya.
“Jangan sampai ada mens rea di pokir-pokir dewan, itu per anggota dewan minta Rp 3 miliar. Kalau di sini kan Rp 2 miliar nah kalau dikali 50 anggota dewan kan jadi Rp 100 miliar,” ungkapnya kepada awak media Kantor Bupati Lombok Tengah, Senin (12/8/2024).
Ditegaskan Dian, program-program yang bersumber dari pokir dewan tidak menyalahi aturan. Akan tetapi harus menghargai proses dan diusulkan seminggu sebelum Musrenbang dan harus sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Daerah (RPJPMD).
Maka dengan itu, kata Dian, penting dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) daripada terlanjur melakukan hal yang salah secara hukum.
“Bupati harus berani menolak jangan malah konspirasi, berkolaborasi,” sentilnya tegas.
Ditambahkannya, KPK akan memantau seperti apa pelaksanaan dana pokir. Jangan sampai program tersebut malah dieksekusi oleh dewan yang memberikan dana pokir.
“Jangan sampai ada pokir plus, tapi plus dia juga kerjakan mungkin karena punya kontraktor kan bisa jadi mangkrak juga kan,” katanya.
Setidaknya, kata Dian, dalam rapat koordinasi pencegahan korupsi dengan Pemkab Lombok Tengah, KPK mencatat beberapa hal yang dijadikan atensi. Di antaranya, aset, pajak, dan sertifikat masing aset-aset yang belum maksimal.
Ditambahkannya, selain itu juga masalah belanja pegawai yang paling tinggi di NTB yakni sekitar 49 persen dari Rp 2,6 trilliun total APBD. Maka dengan itu, ini tak berimbang dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemkab Lombok Tengah.
“Secara bertahap paling kan dikurangi 3 persen tapi nggak mungkin, nah salah satu optimalkan pendapatan daerah,” sebut Dian.(nis)