LOMBOK – Tengah berpolemik wacana pemerintah pusat yang bakal menghentikan penjualan elpiji 3 Kg di tingkat pengecer. Merespons polemik itu, Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Lombok Tengah RR Sri Mulyaningsih menegaskan, sampai sekarang pihaknya belum menerima kebijakan baru.
Ditegaskan dia, wacana itu baru sebatas statemen dari Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, Bahlil Lahadalia. Sementara diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan tabung elpiji 3 Kg tetap dijual di tingkat pengecer.
“Sebenarnya kan untuk mengatur elpiji subsidi ini tepat sasaran dan jumlahnya sesuai, jangan sampai nanti kemudian masyarakat miskin dan pelaku UMKM kita menjerit ternyata karena digunakan oleh orang yang tidak tepat,” tegasnya, Selasa (4/2/2025).
Katanya, untuk usulan kabupaten berdasarkan data UMKM data masyatakat miskin dalam sistem data terpadu kesejateraan sosial (DTKS), serta jumlah UMKM, petani dan nelayan.
Pada tahun 2025, Disperindag mengusulkan jumlah tabung gas elpiji 3 Kg yang beredar sebanyak 33 ribu tabung, tetapi yang direlaisasikan tidak sesuai dengan usulan.
Dia mengimbau masyarakat agar tak khawatir terkait stok tabung gas di pasaran, sementara itu soal wacana itu baru hanya statemen dan belum berupa aturan yang turun ke tingkat daerah.
Pihaknya melalui Bidang Meteorologi telah mengecek sejumlah SPBE dan tidak ada kelangkaan dan telah melakukan uji tera beberapa peralatan terkait pengisian LPG.
“Tidak ada masalah terkait elpiji, cuma karena ada statement atau instruksi itu jadi pangkalan kan ngak berani kirim ke pengecer, takut kan mereka ada denda atau pinalty begitu,” ungkapnya.
Sebelumnya dinas sejak bulan Desember 2024 telah menginstruksikan beberapa pengecer menjadi sub pangkalan, tetapi banyak yang menolak karena terkendala modal dan persyaratan.
“Dari sisi modal, urus surat NIB, izin dari kelurahan dan desa kalau satu toko pengecer cuma menjual 5 tabung per minggu kan gak cocok jadi pangkalan. Paling yang mau jadi pangkalan itu cuma 50 persen saja,” bebernya.
Sementara, seorang pengecer di Kecamatan Praya Mala mengatakan wacana kebijakan tersebut baru diketahuinya hari ini. Sementara itu dia menyayangkan hal tersebut karena berdampak kepada penghasilan toko miliknya.
“Kalau memang masyarakat tidak bisa ngecer lagi hilang dong penghasilan masyarakat,” katanya.
Dikatakan dia, misalnya akan ada opsi dari pemerintah agar pengecer harus menjadi pangkalan agar dapat menjual tabung gas, dirinya mengatakan tak mampu secara modal.
Untuk menjadi pangkalan, cerita dia, perlu memiliki banyak tabung untuk dijual. Sementara saat ini ia hanya memiliki 15 buah tabung gas dengan harga dari sales keliling Rp 18 ribu dan dijual Rp 20 ribu.
“Sedangkan harga satu tabungnya saja Rp 150 ribuan, jadi ya modalnya juga kurang kalau untungnya selama ini kan cuma Rp. 2 ribu saja,” ceritanya.(nis)