DALAM podcast bersama jurnalis koranlombok.id, sejumlah pedagang bakso di Lombok Tengah mengaku mereka dikenakan pajak tinggi oleh pemda. Mulai dari Rp 4,5 juta bahkan ada Rp 9 juta sebulan.
Dalam wawancara eksklusif melalui chenel Youtube Diki Jurnalis, para pedagang ini bakal tetap menolak membayar pajak bulanan ketika nilainya terlalu tinggi. “Kami tidak sanggup bayar mas, ini namanya bukan naik tapi ganti undang-undang,” tegas Mas Yok.
Sebelumnya, Mas Yok setiap bulan membayar pajak ke Bappenda Lombok Tengah Rp 250 ribu. Sementara di bulan Agustus ini diminta membayar 4,5 juta.
“Dari mana kami dapat segitu,” terangnya.
Di samping itu, Ketua Komisi I DPRD, H. Supli langsung merespons polemic ini. Politisi PKS itu menilai jika sosialisasi selama ini tidak jalan. Kondisi ini kemudian membuat para pedagang ramai-ramai menolak bayar pajak pada bulan Agustus 2023.
“Untuk meluruskan ini, mulai saja dari start awal lakukan sosialisasi, bangun kesepahaman dan kemudian pemda konsisten dalam pelaksanaan,” tegasnya saat dikonfirmasi jurnalis Koranlombok.id, Sabtu (12/8/2023).
Menurut dewan dua periode itu, kalau untuk menetapkan besaran yang seharunya dikenakan wajib pajak harus dengan system digitalisasi.
“Sangat salah. Untuk pengenaan pajak kan sudah ada hitung-hitungannya,” katanya.
Sementara itu, ditegaskan Supli jika benar pengakuan pedagang bakso bahwa petugas pungut melakukan penagihan dan pajak naik dengan dalih ada utang pemerintah kabupaten. Dirinya sangat menyayangkan hal ini disampaikan.
“Berarti petugasnya tidak benar, subyektif, seenaknya. Perlu petugasnya diberikan sanksi kalau benar melakukan itu,” tegasnya lagi.
Dijelaskannya, kendati pajak itu wajib dibayar tetapi ketika alasan penagihan tidak bener, tidak rasional dan tidak berdasarkan ketentuan. Maka wajar wajib pajak ingkar memenuhi kewajibannya.
Sementara, berdasarkan informasi dari pihak Bappenda ketika melaksanakan uji petik, ditemukan omzet pedagang bakso besar di wilayah Praya. Kisaran 400-500 terjual perharinya. Maka jika yang dikenakan pajak 100 mangkok per hari dengan harga jual Rp 16.000 per mangkok dengan pajak 10 persen, dengan demikian nilai pajak tertagih adalah 10 persen X Rp 16.000 = 16.000 x100x30 = 4.800.000.
“Jadi tagihan 4,5 jt sebulan sepertinya masih kurang itu, apalagi bakso yang terjual sampai 400 – 500 mangkok,” terangnya.
Untuk itu, dirinya menjelaskan juga bahwa yang dikenakan pajak itu pembeli bakso bukan pedagang. “Jadi sangat perlu bagaimana cara agar pedagang ini memiliki kesadaran untuk segera membayar pajak usahanya,” tuturnya.
Disamping itu, untuk pajak sebenarnya sudah ada regulasinya. Namun Pemkab dituding alfa menerapkan ketentuan pajak warung restoran sejak awal. Sedangkan sosialisasinya tidak jalan, akhirnya terkesan selera-seleraan. Maka muncul anggapan ada yang dikenakan ada yang tidak. Ada yang dirasakan terlalu tinggi, ada yang dianggap kerendahan.
Dari itu, seyogyanya sudah waktunya Pemkab Lombok Tengah konsisten menerapkan ini. Begitu juga membuka selebar-lebarnya tentang ketentuan perpajakan. Ajak pedagang berbicara bila perlu menghitung bersama berapa sesungguhnya besaran pengenaannya.
“Kalau ini sudah dipahami Insya Allah semua menerima. Mungkin terhadap warung-warung yang akhirnya dikenakan pajak yang dirasa tinggi, uji petik yang dilakukan pemda tidak dilakukan secara terbuka, maka ketika hasil uji petik itu diterapkan jadi pedagang merasa ketinggian dan ramai-ramai mereka keberatan,” jelas Supli.(dik)