LOMBOK – Ketua Komisi III DPRD Lombok Tengah Muhalip membeberkan sejumlah titik kantong parkir pariwisata yang bocor sejak lama. Di antaranya, Tanjung Aan, Kuta kawasan dikelola ITDC, Selong Belanak, Mawi, Mawun.
“Jadi sudah lama ini hasil parkir tidak masuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) kita,” ungkapnya saat dihubungi redaksi Koranlombok.id, kemarin.
Disebutkan politisi Partai Gerindra ini, menurut dia lahan parkir di kawasan wisata yang tidak masuk menjadi pajak dan diduga kuat dikelola dengan sistem ‘tangan besi’ alias kekuasaan.
“Dampaknya apa, target PAD kita Rp. 315 miliar dan sekarang baru terealisasi mencapai 70 persen,” sebutnya.
Maka untuk menutup kebocoran ini, Muhalip meminta pemerintah kabupaten berinovasi dan membangun kerjasama dengan pihak di bawah. Misalnya, pemerintah desa dan pihak lainnya.
“Parkir bagian selatan gak masuk PAD,” sebut dia lagi.
Yang lebih mirisnya lagi, kata Muhalip, di kawasan dikelola pihak ITDC juga malah hasil parkir tidak masuk PAD. Maka untuk itu, dewan mendorong pemerintah membuat kerjasama dengan ITDC dan Pemerintah Desa Kuta.
“Ini sudah lama, kita ajak juga masyarakat kerjasama itu,” katanya.
Muhalip mengatakan, salah satu cara membuat kerjasama dengan pemerintah desa atau pihak terkait di bawah denga bagi hasil pengelolaan parkir. Ia yakin, jika cara ini dilakukan akan berdampak besar ke daerah dan desa.
“Misalnya sama-sama 40 persen. Ini kan penuh parkir di sana tapi tidak masuk ke daerah,” sentilnya.
Sementara itu beda cara pengelolaan lahan parkir Alfamart dan Indomaret. Dua perusahaan raksasa ini, meskipun tidak menarik biaya parkir mereka dengan sendiri menyetor kepada pemerintah sejak lama.
“Untungnya kita, lahan milik mereka (Alfamart-Indomaret, red) tapi tetap setor pajak parkir, yang kita tau parkir di sana gratis,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, keberadaan Pasar Bambu di Desa Bonjeruk, Kecamatan Jonggat disentil Muhalip. Beberapa tahun terakhir di sana juga hasil parkir tidak disetor ke daerah. Akan tetapi tahun 2024 ini baru pihak di sana mau memberikan ke daerah.
“Kalau dulu tidak pernah mau. Sebenarnya yang bayar pajak atau retribusi ini kan yang berkunjung makan, bukan mereka,” ungkap dia.(red)