LOMBOK – Warga dua dusun dari Desa Setuta, Kecamatan Janapria, Lombok Tengah melakukan aksi demo di kantor desa setempat Selasa, (31/12/2024) pagi. Warga dua dusun itu, Dusun Monggok dan Dusun Wijen.
Sebagai bentuk sikap protes warga kepada kepala desa, warga membawakan bangkai tikus serta melakukan aksi bakar ban bekas di depan gerbang kantor desa.
Dalam aksi ini, warga menuntut Panitia Seleksi (Pansel) pemilihan kepala dusun untuk mundur karena dianggap tidak transparan dan telah adanya campur tangan dari kepentingan pihak tertentu selama menjalankan tugas.
Selain itu warga mempersoalkan dalih Pemerintah Desa Setuta yang mengosongkan program pembangunan di Dusun Monggok dan Dusun Wijen dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2024.
“Melalui tahapan seleksi jabatan kepala dusun ini terindikasi ada kepentingan pribadi kelompok-kelompok tertentu sehingga integritas dan netralitas baik dari pansel dan pemdes kita ragukan ,” ungkap perwakilan warga, Abi Zulkarnaen kepada jurnalis koranlombok.id.
Zulkarnaen mengungkapkan, tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Pansel mengacu pada Perbup Lombok Tengah nomor 103 tahun 2021. Sementara dinilai warga tidak jelas barometer mengapa seseorang layak dijadikan sebagai kepala dusun sehingga masyarakat melihat perlu diatur dalam peraturan desa (Perdes).
“Biarkan masyarakat yang memilih, antara menang dan kalah itu tidak dipersoalkan. Jika ada pemilihan secara langsung maka tidak ada gejolak,” yakinnya tegas.
Selain persoalan Pansel Kadus, warga juga meminta Pemdes Setuta untuk transparansi kepengurusan dan pengelolaan dana di tubuh Badan Usaha Milik Desa (BumDes). Pasalnya, sejak tahun 2021 diketahui pengurus BumDes tidak aktif, padahal setiap tahun digelontorkan anggaran dari Anggaran Dana Desa (ADD).
“Sudah selama 3 tahun tidak ada laporan jadi ada indikasi penyelewengan dana. Yang kita tau pengurus BumDes itu tidak pernah aktif sejak 2021,” ungkapnya.
Di tempat yang sama Kepala Desa Setuta, Ahmad Muliadi Saputra yang menerima warga menegaskan jika terkait pengangkatan kepala dusun sudah sesuai aturan dengan membentuk Pansel. Namun masyarakat dari dua dusun meminta pemilihan secara langsung.
Terkait hal ini, Kades berjanji akan berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) namun perlu dilakukan musyawarah dengan masyarakat terlebih dahulu.
“Besok kita musyawarahkan teknisnya seperti apa,” katanya tegas.
Sedangkan tuntutan transparansi pengelolaan BumDes, tercatat pendapatan asli desa (PADes) sebesar Rp 100 juta. Kades mengakui bahwa transparansi pengelolaan BumDes dan penggunaan dana desa untuk hal lainnya kerap diumumkan dalam musyawarah dengan mengundang seluruh elemen masyarakat.
Selanjutnya, dana desa yang digelontorkan selama 4 tahun belakangan tak pernah dilakukan oleh pihaknya, Pemdes hanya menggelontorkan dana pada tahun 2019 untuk pembiayaan gedung dan alat produksi sebesar Rp 127 juta.
“Hanya itu saja,” pungkasnya.(nis)