LOMBOK – Anggota Komisi II DPRD Lombok Tengah H. Sidik Maulana mengungkapkan alasan banyak investor tidak tertarik untuk berinvestasi. Khususnya berinvestasi dengan mengelola aset milik daerah.
Sidik secara terang benderang menyampaikan alasan, salah satunya karena tingginya harga dipatok oleh tim appraisal. Maka dari itu, DPRD memandang sangat penting dicarikan jalan keluar oleh Pemkab Lombok Tengah.
“Kita sedang bahas soal aset daerah dan rapat bersama Banggar juga. Di situ kita sampaikan apa alasan investor tidak tertarik kelola asset daerah, ya salah satu itu alasan karena tinggi harga diberikan,” ungkapnya saat dihubungi redaksi Koranlombok.id, Sabtu (3/8/2024).
Berdasarkan disampaikan Kepala BPKAD Lombok Tengah, kata Sidik, pihaknya akan merubah system dengan model dilakukan lelang. Akan tetapi, proses lelang membutuhkan waktu cukup panjang.
“Sekarang kami minta kepada Pemkab untuk kembali menginventarisir semua asset yang ada. Tapi kalau model lelang ini lama prosesnya karena konek dengan pusat,” katanya.
Sebelumnya, Pemkab Lombok Tengah melalui Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Lombok Tengah, Taufikurahman Pua Note menegaskan pihaknya akan menyusun regulasi berupa keputusan bupati sebagai pedoman mengatur aset tak terurus itu.
Kata Arman, melalui regulasi itu nanti akan diatur terkait pemanfaatan dan operasional sejumlah aset yang dianggap masyarakat saat ini terbangkalai. Sementara OPD atau dinas yang mengelola belum memahami secara maksimal terkait regulasi tentang pemanfaatan aset.
Maka dari itu, kesalahan pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) memiliki implikasi hukum yang sama dengan kesalahan pengelolaan keuangan daerah.
“Nah ini yang kita coba jembatani. Kita siapkan regulasi yang secara operasional, secara praktikal bisa dilakukan oleh OPD dan akan kita akan melakukan sosialisasi pada masyarakat dengan cara yang lebih populer, sehingga transparan dan akuntabel,” tegasnya, Kamis pekan lalu.
Arman memeberkan ada sembilan aset besar yang saat ini sedang dicari mitra pengelolanya. Di antaranya, Aerotel, Kolam Renang Matra, Komplek Pertokoan Praya, dan Talk Coffe.
Selain itu ada juga sejumlah aset berupa tanah seperti di lahan eks Kantor Camat Praya, eks Rumah Dinas DPRD, serta tiga bidang tanah lainnya di sekitar Praya.
Diungkapkan dia, sedangkan potensi dari pemanfaatan sembilan aset besar itu yang tercatat sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru Rp 1,7 milliar.
Lanjutnya, untuk Aerotel Pemkab telah melakukan penyesuaian harga dari Rp 325 juta pertahun menjadi Rp 240 juta pertahun, namun minat publik untuk menyewa masih minim sehingga pihaknya menawarkan skema bangun serah guna dengan masa pengelolaan 30 tahun.
“Karena kalau sewa kan maksimal kan cuma 5 tahun, itu mungkin yang membuat masyarakat was-was terkait dengan pengembalian break even point-nya,” sebutya.
Dia mengakui ada permasalahan terkait kesalahan dalam pengelolaan sejumlah aset seperti di Sentra industri kecil menengah (IKM) di Desa Sengkerang, Kecamatan Praya Timur serta bangunan lainnya antara lain Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT), Rumah Mutiara serta sentra pengelolaan burung walet di depan Bandara Internasional Lombok.
Agar tidak terulang lagi, pihaknya menyiapkan regulasi dalam bentuk keputusan bupati sebagai pedoman sembari menunggu komitmen bersama dengan DPRD dalam Perda pengelolaan aset daerah.
Sementara itu opsi untuk melakukan skema lelang terhadap pengelolaan sejumlah aset tersebut seperti di Kawasan Mandalika, harus melalui persetujuan DPRD.
“Dan terkait nilai lelang perlu ada tenaga ahli yang menentukan nilai aset sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” pungkasnya.(red/nis)