LOMBOK – Maraknya bukit-bukit di kawasan selatan Lombok Tengah ditanami jagung oleh masyarakat diduga kuat sebagai pemicu permasalahan lingkungan, bahkan menyebabkan bencana banjir di sekitar kawasan.
Anggota Komisi II DPRD Lombok Tengah Murdani mengatakan, Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah perlu agar memiliki peran kewenangan untuk turut mengawasi bukit -bukit areal hutan disamping juga merupakan kewajiban dari Pemprov NTB.
Katanya, perlu agar penindakan pelanggaran terkait masalah lingkungan tersebut agar dapat diawasi secara menyeluruh dan tidak terkesan parsial sehingga dampak lingkungan bisa dikendalikan secara bersama.
“Kita ingin mendorong pemerintah daerah, kalau itu merupakan wilayah kawasan di Lombok Tengah kayak di Jurang PP seharusnya ada atribusi kewenangan, betul wewenang provinsi dan pemerintah pusat menurut undang-undang tapi kan yang punya wilayah kabupaten jadi pelibatan proses penegakan hukum itu yang dibutuhkan,” tegasnya pada media Senin, (3/3/2025).
Sementara itu dari dampak bencana banjir, Pemkab Lombok Tengah bertanggung jawab menanggulangi bencana dan seringkali disalahkan oleh masyarakat. Padahal kewenangan tersebut milik Pemprov NTB.
“Harus ada pembagian kewenangan nih, kalau kabupaten berdasarkan kewenangannya apa kalau povinsi dan pusat tugasnya apa, kalau mereka tidak bisa menjalankan fungsinya ya berikan atribusi kewenangan ke kabupaten atau pelibatan,” katanya.
Mantan Direktur Walhi ini menyebutkan, Komisi II juga menyoroti masifnya pembangunan hotel, villa dan fasilitas akomodasi lainnya di Kawasan Mandalika yang saat ini seringkali tak sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Hal tersebut otomatis merupakan tantangan bagi Pemda Lombok Tengah untuk menegakan peraturan terkait tata kelola di kawasan tersebut, baik dari aturan tata ruang, perizinan dan kelestarian lingkungan sekitar.
“Satu sisi kita ingin ada kemajuan pesat di bidang pariwisata tapi di sisi lingkungan harus ada yang dikendalikan dan itu menjadi penyebab banjir bandang, banyak juga bangunan yang dibangun tidak sesuai dengan tata ruangnya,” bebernya.
Sementara itu terkait Perda yang mengatur izin mereka berinvestasi telah diterapkan tapi situasi di lapangan, mereka dihadapkan dengan kekurangan sumberdaya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Komisi II mendorong ada satgas lintas sektoral yang diisi oleh perwakilan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Terpadu (DPMPSPT), Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bappenda), serta Dinas Pariwisata melakukan pengawasan bersama.
Dengan demikian pengawasan dan penegakan aturan terkait pembangunan bidang pariwisata dilakukan berintegrasi, mulai dari bagaimana mengembangkan sektor pariwisata sampai dengan bagaimana dengan kelangsungan dan keseimbangan lingkungannya.(nis)