LOMBOK – Kasat Reskrim Polres Lombok Timur AKP I Made Dharma Yulia Putra menegaskan, pihaknya telah melakukan penutupan 10 galian tambang dengan cara memasang garis polisi di lokasi tambang.
Tindakan ini dilakukan jajarannya, Kamis (31/10/2024) dengan menyasar galian C yang ada di Kecamatan Aikmel, Kecamatan Wanasaba, dan Kecamatan Labuhan Haji.
Dari 10galian tambang itu, tujuh titik galian C dan tiga titik tambang rakyat. “Apabila selanjutnya imbauan tersebut tidak diindahkan oleh masyarakat, kami akan melakukan tindakan tegas terhadap para pelaku,” katanya tegas kepada media.
Kasat menegaskan akan melakukan pengawasan terhadap lokasi tambang yang sudah pihaknya tutup itu. “Kami akan memerintahkan anggota berpatroli dan mengontrol situasi kegiatan pertambangan atau galian C tanpa dilengkapi izin,” katanya singkat.
Sementara itu, polemik galian C di Lombok Timur disuarakan ke pemerintah provinsi. Masyarakat melakukan aksi demo ke kantor gubernuran, DPRD NTB, hingga Polda NTB, Kamis (31/10/2024). Sekarang masyarakat masih menunggu sikap pemerintah provinsi.
Perwakilan warga yang turun demo Kamis kemarin, Sapardi Rahaman Zain menegaskan jika pemerintah provinsi berencana bakal turun ke lokasi galian C pekan depan. Namun demikian pihaknya menyingung adanya pemasangan police line atau garis polisi dilakukan Polres Lombok Timur. Katanya, upaya ini dinilai hanya mengambil kesan Polres dan Pemkab terlihat bekerja.
“Tapi di sini Polres dan LHK menutup dan menyegel tetapi tidak diproses hukum. Kalau mereka tidak bekerja lalu apa yang akan didapatkan waktu nanti Polda dan Provinsi turun ke lokasi,” sentilnya di Selong, Jumat (1/11/2024).
Menurut dia, penambang yang tidak memiliki izin semestinya ditindak tegas secara hukum, sebab sangat merugikan masyarakat dengan membuang limbah langsung ke saluran irigasi pertanian.
Dengan kondisi saat ini, pihaknya mempertanyakan nantinya sikap yang bakal diambil oleh pemerintah provinsi dan Polda NTB terkait keluhan masyarakat sejak lama itu.
“Kita tidak mengatakan buntu, tapi apakah Polda dan pemerintah provinsi berani mengeksekusi kasus tambang ini dengan menjalankan sepenuhnya amanat undang- undang,” sentilnya lagi.
Senada dikatakan Sekdes Korleko Selatan, Rusliadi. Ia mengungkapkan jika akibat tambang tersebut hasil pertanian dan perkembunan masyarakat memburuk. Sebab, dengan kondisi air yang keruh bercampur batu karang membuat tanaman tidak bisa subur terlebih dengan adanya sedimentasi berupa pasir halus yang menutup pori tanah.
Persoalan ini, kata dia, sering menjadi pemicu masalah di desa namun pihaknya tidak bisa berbuat banyak lantaran tidak memiliki wewenang terkait galian c tersebut.
“Kami sudah melakukan tindakan penutupan bahkan bersama pihak kecamatan dan DLHK tetapi tetap tidak maksimal,” ungkapnya.
Demikian juga dengan persoalan perizinan, sejauh ini pemerintah desa tidak pernah diikutsertakan dalam persoalan tersebut oleh pemerintah provinsi.
“Kami di Desa Korleko Selatan ini, dari pihak Provinsi ESDM, DLHK, Pemprov dan kabupaten datang buat peninjauan ulang, kami di desa tidak pernah dikasi tahu, apalagi ikut diajak turun,” tegas Sekdes Korleko Selatan ini.(fen)